Meskipun demikian, David menegaskan, kasus SVB bisa menjadi pembelajaran bagi bank nasional dalam mengatur neraca keuangannya.
"(SVB) di-rush oleh depositor karena neraca keuangannya memburuk. Bisnis SVB dan depositnya terlalu terkonsenterasi di startup,” ucap dia.
Menteri Keuangan RI Sri Mulyani sebelumnya mengungkapkan tiga alasan kejatuhan SVB di pasar keuangan AS. Yaitu, fokus pendanaan SVB di startup namun realisasinya industri startup tengah menurun.
Kenaikan deposito SVB yang berlipat tidak diiringi dengan penyaluran kredit pada perusahaan startup. Pembelian SBN atas hasil deposito juga tidak berjalan sesuai rencana akibat The Fed yang terus menaikkan interest rate.
Demi mengurangi dampak atas sentimen keruntuhan perbankan AS, seperti SVB, Signature dan Silvergate, Head of Equity Capital Market Samuel Sekuritas, Harry Su, menyarankan agar para investor beralih ke saham-saham yang lebih defensive, seperti saham sektor konsumen.
"Kita lihat juga yang agak bagus kinerjanya seperti Unilever dan Indofood yang defensive atau bisa ke cash. Pada akhirnya, kalau suasana seperti ini, cash is the king," ungkap Harry, saat berbincang dengan Bloomberg Technoz.
Ia mengungkapkan jika penurunan pasar cukup dalam, investor cenderung akan meningkatkan level uang yang mereka miliki. Meskipun demikian, menurutnya, net sell masih tergolong kecil pasca kasus SVB mencuat.
(tar/wep)
