Lebih rinci, ada sejumlah contoh impor barang berkategori senjata. Pertama adalah tank dan senjata tempur terlindung lainnya. Tahun lalu, impor produk ini bernilai US$ 77,54 juta, turun 8,81% dibandingkan 2021.
Kedua ada produk senjata artileri (senapan, howitzer, mortir, dan lain-lain). Pada 2022, nilai impor produk ini adalah US$ 14,41 juta, berkurang hampir 50% dari tahun sebelumnya.
Ketiga ada produk senjata militer selain revolver, pistol, dan senjata untuk pucuk senapan. Tahun lalu, nilai impornya adalah US$ 45,44 juta, melonjak 216,88% dari 2021.
Keempat adalah produk revolver dan pistol. Nilai impor produk ini adalah US$ 6,49 juta tahun lalu, melesat 132,62% dibandingkan tahun lalu.
Kelima adalah suku cadang dan aksesoris untuk revolver dan pistol. Impor produk ini bernilai US$ 4,12 juta tahun lalu, naik signifikan 130,17% dari tahun sebelumnya.
Keenam ada bom, granat, torpedo, ranjau, misil, dan senjata sejenisnya. Tahun lalu, nilai impor produk ini adalah US$ 14,97 juta, turun drastis 78,97% dari 2021.
Negara Pemasok Senjata ke Indonesia
Dari sisi negara, impor produk senjata dan amunisi datang dari sejumlah sumber. Pertama adalah Turki, yang menjual senjata dan amunisi kepada Indonesia senilai US$ 70,41 juta tahun lalu. Produk impor dari Turki yang paling banyak masuk ke Indonesia adalah senjata dan amunisi.
Senjata dan amunisi juga didatangkan dari Sudan, dengan nilai US$ 521.589 tahun lalu. Lalu ada pula dari Slowakia dengan nilai US$ 3,42 juta.
Indonesia juga mendatangkan senjata dan amunisi dari Makedonia, nilainya US$ 1,16 juta. Seperti Turki, produk Makedonia yang paling banyak masuk ke Indonesia adalah senjata dan amunisi.
Negara lain yang juga banyak menjual senjata dan amunisi ke Indonesia adalah Montenegro, dengan nilai US$ 9,49 juta pada 2022. Produk Montenegro yang paling banyak dijual ke Indonesia adalah senjata dan amunisi.
(aji)