Credit Suisse juga punya hubungan dengan Lex Greensill, pemilik perusahaan investasi Greensill Capita yang awal 2021 mengalami masalah dan kemudian bangkrut. Bahkan Greensill menghadapi beberapa tuntutan pidana yang diajukan terhadap anak perusahaannya di Jerman.
Selain itu, Credit Suisse juga terkait dengan perusahaan investasi di New York, Archegos Capital Management. Ini semakin membuat Credit Suisse semakin terpuruk. Banyak klien yang muak telah hengkang, dan akhirnya memicu semakin derasnya arus keluar dana yang begitu luar biasa pada akhir tahun 2022.
2. Apa yang memicu kemerosotan saham baru-baru ini?
CEO Credit Suisse Ulrich Koerner melakukan kampanye yang masif untuk membujuk kembali para klien yang khawatir dengan uang mereka. Upaya tersebut tampaknya membuahkan hasil pada bulan Januari. Namun, pada 9 Maret, Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (AS) mempertanyakan laporan tahunan bank tersebut sehingga perusahaan terpaksa menunda publikasi laporannya.
Kepanikan pun menyebar setelah bank regional AS Silicon Valley Bank (SVB) tumbang imbas investasi yang berisiko dan kenaikan suku bunga global yang mengikis nilai kepemilikan obligasinya. Para investor kemudian mulai membuang apa pun yang berbau risiko perbankan dan pelarian deposito.
3. Seberapa buruk situasinya?
Pada 15 Maret, saham Credit Suisse merosot lagi ketika pemegang saham terbesarnya, Saudi National Bank, menyatakan tidak ingin investasi lagi di perusahaan tersebut. Credit Suisse lantas bergerak meminta pernyataan dukungan bank sentral Swiss secara publik. Biaya mengasuransikan obligasi bank terhadap gagal bayar (credit default swap) selama satu tahun mereka lantas melonjak ke tingkat yang tidak pernah terjadi sejak krisis keuangan tahun 2008.
Di saat bank lain berusaha melindungi risiko dari transaksi dengan Credit Suisse, CDS jangka waktu satu tahun mereka melonjak dari 836 basis poin, menunjukkan kemungkinan gagal bayar sebesar 10% pada 14 Maret kemarin, menjadi lebih tinggi dari 3.000 basis poin. Namun, hanya sedikit perdagangan aktual yang dieksekusi dengan likuiditas di pasar yang mengering.
Tanda stres lainnya, obligasi tingkat 1 tambahan Credit Suisse — yang berada di bawah semua peringkat utang lainnya dan dapat dihapus (write off) jika modal turun di bawah tingkat yang telah ditentukan — diperdagangkan di bawah 80% dari nilai par, tingkat yang biasanya menandakan tekanan. Bahkan obligasi yang jatuh tempo pada bulan April ditransaksikan di harga jauh di bawah nilainya.
4. Apakah ini sama seperti kejadian Lehman Brothers?
Lehman Brothers adalah salah satu raksasa di Wall Street, dan keruntuhan perusahaan investasi ini pada 2008 memicu krisis keuangan global. Lehman harus menyerah karena kesulitan likuiditas.
Namun berbeda dengan Lehman dan SVB, Credit Suisse memiliki aset likuid yang substansial, akses ke fasilitas pinjaman bank sentral, dan tidak sesensitif banyak pesaingnya dalam menghadapi pergerakan suku bunga yang tajam. Hal ini cukup membangun bantalan terhadap derasnya penarikan simpanan yang terparah sejak puncaknya di bulan Oktober.
Mereka juga memiliki cukup aset likuid untuk membayar kembali setengah dari semua kewajibannya dalam bentuk deposito dan pinjaman dari bank lain, kata kolumnis perbankan Bloomberg Opinion Paul J. Davies. Koerner juga mengatakan bahwa rasio cakupan likuiditas perusahaan pun masih dapat menangani arus keluar yang besar selama sebulan dalam periode stres.
5. Apa lagi yang dilakukan Koerner untuk membalikkan keadaan?
Rencana pemulihan tiga tahun Koerner mencakup 9.000 pemutusan hubungan kerja, menutup divisi raksasa investment banking-nya yang telah berusia lima dekade dan mengembalikan Credit Suisse ke tujuan asalnya sebagai bank bagi orang-orang super kaya dunia. Hal ini berarti Credit Suisse akan memisahkan (spin off) First Boston, sebuah bank investasi AS yang diakuisisi pada tahun 1990, dan menjual sebagian dari unit produk sekuritisnya ke Apollo Global Management Inc.
--Dengan asistensi Irene García Pérez.
(bbn)