Pemerintah Yoon telah bersiap untuk menangkap, mengadili, dan kemungkinan mencabut izin praktik dokter yang tidak mengindahkan ultimatum untuk kembali bekerja, karena dianggap telah mengorganisir aksi yang bertentangan dengan hukum.
Sekitar 9.000 dari sekitar 13.000 calon dokter di negara itu mogok kerja dalam aksi yang dimulai minggu lalu. Mereka memprotes rencana pemerintah untuk menambah jumlah kursi di fakultas kedokteran sebanyak 2.000 dari yang sekarang berjumlah 3.058. Langkah ini dibuat untuk mengatasi kekurangan dokter yang termasuk yang paling parah di negara maju.
Mogok kerja tersebut telah menyebabkan penurunan jumlah operasi sekitar 50% dan menyebabkan ruang gawat darurat menolak pasien karena kekurangan staf. Pemerintah Yoon berpendapat bahwa rencana tersebut diperlukan agar Korsel memiliki lebih banyak dokter, karena negara tersebut sedang menghadapi krisis demografis dengan salah satu populasi yang paling cepat menua di dunia.
Para dokter berpendapat bahwa rencana tersebut tidak mengatasi masalah mendasar seperti kondisi kerja yang buruk, konsentrasi dokter di daerah perkotaan, dan tidak adanya perlindungan yang cukup dari tuntutan malapraktik.
Polling menunjukkan dukungan luas di antara masyarakat untuk rencana pemerintah. Kritikus terhadap mogok kerja berpendapat bahwa aksi tersebut mungkin lebih terkait dengan melindungi pendapatan dokter, yang termasuk yang tertinggi di antara negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), daripada meningkatkan kualitas sistem perawatan kesehatan Korea Selatan.
Dukungan untuk Presiden Yoon telah meningkat ke level tertinggi dalam tiga bulan dalam jajak pendapat mingguan dari Gallup Korea karena dia tidak tunduk pada tekanan untuk membatalkan atau mengurangi rencananya menambah kursi di fakultas kedokteran. Hal ini dapat membantu People Power Party yang konservatif dalam pemilu April, di mana mereka berusaha untuk mengontrol parlemen dari Partai Demokrat yang progresif.
(bbn)