Hendra menilai, mulai naiknya harga batu bara pada awal pekan ini pada dasarnya memang dipengaruhi oleh mekanisme pasar.
"[Harga] komoditas masih volatile, yang dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran. Biasanya memang pada awal tahun tingkat produksi lebih rendah, antara lain pengaruh faktor cuaca."
Hal itu lah yang setidaknya telah menyebabkan persediaan batu bara berkurang. Produksi di China, sebagai negara produsen dan konsumen terbesar global, kata dia, juga melambat seiring dengan adanya perayaaan Imlek.
Pada perdagangan awal pekan kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 127,5/ton, atau naik 6,78% sekaligus menjadi yang tertinggi sejak 19 Januari atau lebih dari sebulan terakhir.
Akibat kenaikan itu, harga batu bara naik 6,61% dalam seminggu terakhir secara point to point. Namun, selama sebulan ke belakang, harga masih anjlok 9,91%.
Sementara itu, Kementerian Keuanganan mencatat bahwa sejak awal tahun ini atau yearto date (ytd), harga batu bara sudah turun hingga 18,5%.
“Perkembangan ekonomi global yang melemah akan mempengaruhi permintaan sehingga mempengaruhi level atau tingkat harga dari berbagai komoditas. Harga batu bara menurun 18,5% secara ytd,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita belum lama ini.
(ibn/wdh)