Sementara di bursa saham, asing telah melepas US$67,3 juta saham pada Jumat lalu, angka penjualan bersih saham tertinggi sejak 17 Januari berdasarkan data otoritas bursa.
"Aksi jual pemodal asing di SUN kemungkinan terpengaruh oleh kekhawatiran pasar bahwa pemerintahan yang baru nanti akan menjauh dari posisi kebijakan fiskal prudent yang selama ini dilihat oleh para pelaku pasar," kata Strategist HSBC Himanshu Malik dalam catatannya seperti dikutip oleh Bloomberg News.
Analis dari Maybank Singapura Saktiandi Supaat dalam catatannya juga menyoroti risiko pelebaran defisit fiskal akibat program makan siang gratis Prabowo.
"Program itu menjadi janji kampanye Prabowo dan memicu kekhawatiran terkait posisi fiskal negara. Meski begitu, Indonesia sekian tahun ini telah dikenal sebagai negara dengan pengelolaan keuangan yang berhati-hati dan kami masih meyakini bahwa stance kebijakan itu akan berlanjut untuk memastikan keberlanjutan keuangan," kata Saktiandi.
Pemerintah berniat melebarkan defisit APBN 2025 untuk mengakomodasi kebijakan baru yang akan diusung oleh Prabowo Subianto, calon presiden yang unggul dalam penghitungan suara sementara ini, yakni program makan siang gratis.
Defisit fiskal akan melebar menjadi 2,45%-2,8% dari Produk Domestik Bruto pada 2025, kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam pernyataan Senin kemarin. Tingkat defisit itu naik dari angka saat ini yaitu 2,29% dari PDB. Sementara pertumbuhan ekonomi 2025 diprediksi naik ke 5,3%-5,6% dari tahun ini yang diperkirakan mencapai 5,2%. Untuk tahun pertama, kebijakan makan gratis Prabowo diperkirakan membutuhkan biaya Rp120 triliun dan diperhitungkan memakan biaya Rp450 triliun sampai 2029 nanti.
Lembaga pemeringkat global Fitch Ratings sebelumnya telah mengeluarkan peringatan adanya kenaikan risiko fiskal Indonesia dalam jangka menengah sejurus dengan adanya rencana-rencana program populis pemerintahan baru yang berpotensi membebani APBN itu.
"Kami percaya risiko fiskal Indonesia dalam jangka menengah meningkat menyusul beberapa rencana program Prabowo seperti makan siang gratis yang memakan sekitar 2% Produk Domestik Bruto dan pernyataannya bahwa Indonesia bisa mencapai kenaikan rasio utang terhadap PDB," kata Thomas Rookmaker, Head of Asia Pasicif Sovereigns di Fitch Ratings.
Bank of America juga memperkirakan semakin banyak program bantuan sosial dan kebijakan proteksionis akan membuat defisit APBN semakin lebar ke kisaran 2,5%-3% PDB, dari sebesar 1,65% defisit tahun lalu.
Prabowo dalam kesempatan sebelumnya bahkan pernah menyebut Indonesia bisa meningkatkan rasio utang hingga 50% dari produk domestik bruto (PDB), jauh melampaui level rasio tahun lalu sebesar 38%. Bukan hanya itu, tim ekonomi Prabowo dalam kampanye juga sempat melontarkan gagasan melebarkan defisit anggaran hingga 6%, di mana untuk hal itu maka perlu perubahan Undang-Undang yang sejauh ini membatasi defisit maksimal 3%.
"Semua kebijakan yang populis itu akan menyulitkan ruang fiskal untuk menanggung. Bila tidak terencana dengan hati-hati, program-program itu bisa mengerosi stabilitas makro kita," kata Eko Listiyanto, ekonom INDEF.
Risiko fiskal yang meningkat bisa membebani pamor surat utang Indonesia. Pasar masih akan menunggu bagaimana pemerintahan baru kelak tetap bisa mempertahankan kredibilitas fiskal di antara berbagai program populis yang memboroskan anggaran.
(rui/hps)