Logo Bloomberg Technoz

Salah satunya adalah Personal Consumption Expenditure (PCE), yang merupakan indikator pengukur inflasi favorit bank sentral Federal Reserve. Konsensus pasar memperkirakan inflasi PCE pada Januari sebesar 0,4% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Lebih tinggi ketimbang Desember yang sebesar 0,2%.

Jika terwujud, maka akan menunjukkan bahwa ekonomi AS tetap solid sehingga tekanan inflasi akan terus terjadi karena faktor pertumbuhan permintaan. Artinya, akan sulit bank The Fed untuk menurunkan suku bunga acuan dalam waktu dekat.

“Daya tahan ekonomi terus bersinar. Ini berarti suku bunga akan terus tinggi untuk beberapa waktu,” tegas Matt Stucky, Chief Portfolio Manager di Northwestern Mutual Wealth Management, seperti diberitakan Bloomberg News.

Sebagai informasi, saat ini suku bunga acuan di Negeri Adikuasa ada di kisaran 5,25-5,5%. Ini adalah yang tertinggi dalam 22 tahun terakhir.

Emas adalah aset yang tidak memberikan imbal hasil (non-yielding asset). Emas tidak memberikan kupon maupun bunga secara rutin, potensi keuntungan hanya datang kala penjualan.

Oleh karena itu, memiliki emas sejatinya kurang menguntungkan dalam iklim suku bunga tinggi. Bahkan hanya mendatangkan opportunity cost.

Analisis Teknikal

Secara teknikal dalam perspektif harian (daily time frame), emas memang masih bullish. Terlihat dari Relative Strength Index (RSI) yang sebesar 53,08. RSI di atas 50 menandakan suatu aset sedang dalam posisi bullish.

Namun, perlu diperhatikan bahwa indikator Stochastic RSI sudah berada di 87,23. Sudah di di atas 80, yang artinya tergolong jenuh beli (overbought).

Oleh karena itu, sepertinya fase konsolidasi harga emas masih belum selesai. Target support terdekat ada di US$ 2.025/ons. Jika tertembus, maka US$ 2.020/ons bisa menjadi support berikutnya.

Sedangkan target resisten terdekat adalah US$ 2.034/ons. Penembusan di titik ini bisa membawa harga emas naik menuju US$ 2.037/ons.

(aji)

No more pages