Sebagian dari tujuannya adalah untuk merealisasikan berbagai program kampanye Prabowo, yang notabene mencakup makan siang gratis dan susu kepada anak sekolah.
Terlebih, sekitar 80% dari Rp350 triliun (US$22 miliar) anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk menyubsidi Solar dan LPG 3kg dinilainya lebih banyak dimanfaatkan oleh masyarakat berpenghasilan menengah dan tinggi.
Di sisi lain, Prabowo juga ingin menutup celah dalam pengumpulan pajak untuk menghasilkan lebih banyak pendapatan. Eddy mencatat, penerimaan pajak Indonesia hanya setara dengan sekitar 10% produk domestik bruto (PDB), sedangkan negara tetangga di Asia Tenggara ini memiliki rasio pajak sebesar 14%.
“Reformasi pendapatan harus membantu mengalokasikan dana untuk janji kampanye utama Prabowo, yaitu menyediakan makan siang dan susu kepada 80 juta anak sekolah di Indonesia, membantu meningkatkan hasil kesehatan dan pendidikan, sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi perempuan dan pengusaha,” kata Eddy.
Program ini diperkirakan menelan biaya lebih dari Rp400 triliun, lebih besar dari seluruh defisit anggaran 2023.
Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah menetapkan anggaran subsidi energi senilai Rp189,1 triliun.
Secara terperinci, alokasi anggaran subsisi energi yang terbesar diberikan untuk subsidi LPG 3 kg senilai Rp87,45 triliun, kemudian listrik Rp75,83 triliun, dan subsidi jenis bahan bakar tertentu (BBM JBT) —dalam hal ini Solar dan kerosene atau minyak tanah— senilai Rp25,82 triliun.
Perlu diketahui, subsidi energi tidak sama dengan dana kompensasi energi untuk BBM jenis Pertalite dan listrik senilai Rp140,8 triliun. Jika digabung, maka total subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp329,9 triliun
"Pokoknya sekarang ini belum ada wacana kenaikan BBM dan listrik," tegas Arifin.
(ibn/wdh)