Dia mencontohkan seperti kasus divestasi pemerintah Indonesia terhadap PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (kini MIND ID) sebesar 51,2%.
"Di Freeport itu kan Dirut [Direktur Utama]-nya dari Indonesia. Namun, untuk operasionalnya, kewenangan masih ada pada Freeport McMoRan Inc, meskipun dia sahamnya minoritas," kata dia.
Fahmy membeberkan bukti ketidakefektifan Pemerintah Indonesia dalam mengendalikan operasional PTFI itu tergambarkan dari pemerintah yang selalu 'manut' dan terkesan disetir oleh perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) itu dalam kasus relaksasi ekspor konsentrat tembaga.
"Artinya, penguasaan tadi itu tetap pada McMoRan, apalagi yang Vale ini, yang hanya 34%, kemudian operasionalnya ada pada Vale, ya kita tidak ada perubahan yang signifikan menurut saya," ujar dia.
Dalam hal itu, Fahmy pun menggarisbawahi, Indonesia mesti harus melakukan penambahan sahamnya sebelum penandatanganan divestasi dilakukan.
"Barangkali sebelum tandatangan itu ada kesepakatan bahwa 5 tahun yang akan maka Indonesia akan menguasai 51%. Kalau tidak, maka kita bisa menghentikan mereka. Bargaining power kita sebetulnya tinggi, tetapi ya selalu bertekuk lutut dengan pihak asing."
Untuk memudahkan kendali itu, dia pun berharap nantinya pemerintah melalui holding BUMN sektor pertambangan itu menempatkan 'sosok' dalam direksi yang memiliki nilai intergritas tinggi, yang dapat membawa kepentingan nasional ke depan.
"[Hal] yang paling penting, direksi tadi itu punya integritas untuk Merah Putih. Harus ada integritas terhadap Indonesia, berpihak pada Indonesia, tidak hanya membebek. Itu jauh penting. Kalau dia enggak punya, ya dia hanya jadi 'bebek' saja, kan sudah ada presedennya," tutur dia.
Adapun pemerintah juga telah menjadwalkan akan melaksanakan penandatanganan transaksi pelepasan atau divestasi 14% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) hari ini, Senin (26/2/2024).
Berdasarkan informasi yang diterima, penandatangan akan dilakukan pada Sore ini sekitar pukul 16.00 WIB berlokasi di Jakarta, yang bakal disaksikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Kementerian BUMN juga telah mengonfirmasi bahwa pemerintah memastikan akan merombak jajaran manajemen Vale Indonesia setelah divestasi 14% saham perusahaan berkode INCO ke MIND ID itu rampung.
Dengan demikian, setelah divestasi itu, MIND ID bakal menggenggam sebanyak 34% porsi saham INCO, atau lebih besar dari pemegang saham terbesar lainnya, yakni Vale Canada Limited (VCL) sebanyak 33,9%, dan Sumitomo Metal Mining Co Ltd (SMM) 11,5%.
“Tunggu saja, pokoknya direksi vital di mana-mana, siapa pemegang saham mayoritas [MIND ID] pasti pegang yang vital-vital,” ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, belum lama ini.
Namun, komposisi tersebut jauh dari perkiraan awal bahwa jatah VCL sebagai induk INCO akan berkurang 14% dari 43,79% menjadi hanya 29,79%, sehingga menempatkan MIND ID sebagai pemegang saham terbesar dan paling dominan di Vale Indonesia.
Menurut klaim Vale Base Metals (VBM), kepemilikan VCL sebesar 33,9% terhadap saham INCO tersebut sudah “seimbang” dan “akan mendukung stabilitas dan pertumbuhan kelanjutan operasi PT Vale di Indonesia.”
Hal itu diungkapkan dalam pernyataan resminya pada November tahun lalu atau setelah kesepakatan awal atau head of agreement (HoA) divestasi Vale Indonesia yang diteken di sela Pertemuan Pemimpin Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik 2023, dalam sebuah upacara yang dihadiri oleh Presiden Indonesia Joko Widodo, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara Kartika Wirjoatmodjo, serta pejabat pemerintah lainnya.
VBM mengeklaim perjanjian tersebut mengguntungkan bagi Vale lantaran lantaran membuka jalan bagi pembaruan izin pertambangan INCO di Indonesia selepas 2025, yang selanjutnya memungkinkan investasi Vale dan proyek-proyek pertumbuhan baru di Bahodopi, Sorowako dan Pomalaa.
(ibn/wdh)