Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, menyebut RKP 2025 akan memasukkan program ‘ikonik’ dari presiden terpilih. Ini dilakukan agar RKP dan APBN 2025 bisa langsung digunakan oleh pemerintahan baru hasil Pemilu 2024.
“Harus memasukkan program ikonik dari presiden terpilih. Tentu itu diperhitungkan dan Bappenas sedang menyusun itu. RKP akan muncul setelah pengumuman secara resmi dari KPU tentang presiden terpilih.
“Ancer-ancernya sudah dilakukan agar benar-benar ada keberlanjutan pembangunan setelah pelantikan presiden. APBN yg mengakomodasi program-program ikonik presiden terpilih,” jelas Suharso di komplek Istana Kepresidenan, Senin (26/2/2024).
Salah satu program ikonik itu adalah makan siang siang gratis bagi siswa sekolah. Dalam dokumen visi-misi Prabowo-Gibran, disebutkan bahwa ada janji memberikan makan siang kepada 80 juta penerima hingga 2029.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintahan Presiden Jokowi bahkan sudah memperhitungkan kebutuhan biaya dari program ikonik tersebut.
“Per anak kira-kira Rp 15.000. Itu nanti dilepas ke daerah masing-masing, kita tidak menyeragamkan,” ungkap Airlangga, hari ini.
Proses Janggal
Janji kampanye calon presiden-wakil presiden yang belum dilantik (dan belum pasti menang) dan kemudian diakomodasi dalam RKP dan APBN pemerintahan berjalan adalah hal yang agak janggal. Sebab, RKP dan APBN 2025 adalah buah karya pemerintahan Presiden Jokowi, bukan Prabowo-Gibran.
Berdasarkan UU Keuangan Negara, RKP bersumber dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Saat ini, RPJMN yang masih berlaku adalah 2019-2024, yang menjadi cerminan visi-misi pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin.
Dari RKP, kemudian hasilnya diturunkan menjadi pedoman APBN pada tahun yang direncanakan.
Pada 2014, jelang pergantian pemerintahan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ke Jokowi, pemerintah tidak ‘murah hati’ seperti sekarang. APBN 2015 tetap sepenuhnya disusun pemerintahan SBY, tidak mengakomodasi janji kampanye Jokowi-Jusuf Kalla.
Kala itu, pemerintahan SBY hanya memberikan APBN yang bersifat mendasar alias baseline. Program dan proyek yang dicantumkan bersifat umum, dan menjadi tugas pemerintahan selanjutnya untuk menyesuaikan.
Chatib Basri, Menteri Keuangan saat itu, menyatakan APBN 2015 hanya bersifat baseline. APBN 2015 disusun hanya dengan memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik, tanpa memperhitungkan inisiatif baru.
“Jadi, bapak/ibu yang nanti punya program, tolong sampaikan dalam APBN-Perubahan 2015 dengan pemerintahan baru. Program lain, tolong sabar. Nanti, hold dulu,” tegas Chatib dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2014.
Praktik serupa juga dilakukan pemerintahan sebelumnya pada masa transisi. Pemerintahan yang akan lengser tidak memasukkan rencana program calon pemerintahan baru secara gamblang, tetapi hanya memberi ruang (fiscal space) untuk itu.
Dengan pendekatan seperti itu, terbukti transisi demokrasi tidak menghasilkan ketidakpastian. Transisi tetap berjalan lancar, tanpa gonjang-ganjing yang berarti.
“APBN 2015 sudah diselesaikan. Jadi kekhawatiran bahwa proses transisi tidak berjalan smooth dan keberlanjutan kebijakan ke depan seharusnya tidak menjadi masalah. Meskipun pemerintahan baru nanti melakukan revisi di APBN-P," tambah Chatib kala itu.
Oleh karena itu, sikap pemerintahan Jokowi yang begitu memanjakan Prabowo-Gibran menjadi anomali. Bahkan janji kampanye pun sampai dimasukkan di APBN 2025, meski Prabowo-Gibran belum lagi berkuasa (dan belum tentu berkuasa).
(red)