Salah satu sebab koreksinya saham UNVR yang begitu masif ialah efek secara langsung dari cerminan fundamental dan sentimen yang negatif di pasar terhadap Perusahaan.
UNVR mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan di sepanjang tahun 2023, di mana penjualan Unilever drop mencapai 6,1% yoy, yang jauh di bawah estimasi dan juga konsensus pasar.
Anjloknya kinerja UNVR ditengarai akibat kampanye pemboikotan produk hasil dari eskalasi geopolitik terkait konflik Israel-Palestina yang dipertegas oleh Fatwa MUI.
Berdasarkan data Bloomberg, rasio valuasinya pun terbilang mahal, tercermin pada Price to Earnings Ratio (PER) UNVR saat ini mencapai 20,6 kali, dan rasio Price to Book Value (PBV) sebesar 29,34 kali. Dengan Price to Sales (P/S) hanya 2,6 kali, dan Earnings Per Share (EPS) hanya Rp126/saham.
Atas dasar fundamental dan boikot produk, Analis Panin Sekuritas Andhika Audrey mempertahankan rekomendasi Hold saham UNVR. Ia menurunkan target harga menjadi Rp3.000/saham dari sebelumnya mencapai Rp3.800/saham.
“Kami berpikir bahwa pemboikotan produk lebih terasa pada negara-negara yang memiliki populasi muslim besar seperti Indonesia, maka dari itu terlihat penurunan signifikan dari Sales Run Rate Perseroan,” tulisnya dalam riset yang diterbitkan, Senin (26/2/2024).
Sentimen negatif ini berefek pada pencapaian penjualan dalam negeri UNVR di Kuartal IV-2023 yang terkoreksi mencapai double digit, menyentuh 15,3% qoq.
“Kami mengestimasi kinerja penjualan di 2024 cenderung flat dengan memperhatikan beberapa faktor, ketidakpastian dari tahun politik tahun ini, masih tingginya tingkat suku bunga yang bertahan lebih lama, masih berlanjutnya down trading behavior untuk household spending, namun perlu diantisipasi adanya lonjakan kinerja jangka pendek menyusul, dan datangnya festive season pada akhir Kuartal I-2024,” paparnya.
(fad/wep)