Menurut dia, hal itu disebabkan karena radiasi matahari yang terjadi pada pagi hingga siang hari cukup besar dan menjadi pemicu proses pengangkatan massa udara dari permukaan bumi ke atmosfer, sehingga memicu terbentuknya awan.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, karakteristik hujan pada periode tersebut cenderung tidak merata, yakni memiliki intensitas sedang hingga lebat dalam durasi yang singkat. Sehingga, jika kondisi atmosfer tidak stabil maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat.
“Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es. Bentuknya seperti bunga kol, warnanya ke abu-abuan dengan tepian yang jelas,” jelasnya.
Selain itu, dengan meningkatnya curah hujan yang bisa terjadi tersebut, ia juga mengimbau agar masyarakat yang tinggal di daerah perbukitan khususnya pada area rawan terjadinya longsor untuk waspada dan tetap berhati-hati.
Ia juga mengimbau agar masyarakat mempersiapkan diri untuk menghadapi kondisi cuaca yang silih berganti dengan cepat akibat pancaroba. Utamanya, untuk menjaga daya tahan tubuh dan menyesuaikan aktivitas luar ruangan,
"Curah hujan yang lebat menjadi salah satu pemicu bencana hidrometeorologi, seperti banjir bandang dan tanah longsor. Karenanya, kepada masyarakat yang tinggal didaerah perbukitan yang rawan longsor, kami juga mengimbau untuk waspada dan berhati-hati," katanya.
(azr/lav)