Bloomberg Technoz, Jakarta - Investor asing masih terus melepas kepemilikan di pasar Surat Berharga Negara (SBN) seiring tekanan ketidakpastian yang masih belum mereda dari panggung politik Tanah Air, di tengah perkembangan ekonomi global yang menguatkan skenario bunga higher for longer.
Investor asing kembali mencatat posisi jual bersih (net sell) di pasar SBN sebesar Rp190 miliar pada periode transaksi 19-22 Februari 2024, menggenapkan posisi net sell sepanjang tahun ini menembus angka Rp5,87 triliun sampai data 22 Februari menurut laporan Bank Indonesia.
Pada saat yang sama, investor asing juga melepas kepemilikan di Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp880 miliar. Sementara untuk saham, investor masih berlanjut melakukan aksi borong dengan mencatat posisi beli Rp2,08 triliun saham.
Kepemilikan asing di SBN kini berkurang menjadi sebesar Rp836,18 triliun, turun Rp4,06 triliun dibandingkan posisi pekan lalu. Kepemilikan asing di SBN bahkan sempat menyentuh Rp835,77 triliun, terendah sejak awal Desember lalu atau dalam tiga bulan terakhir.
Asing banyak melepas SBN di awal tahun dan pada saat yang sama memborong saham dan SRBI. Berdasarkan laporan yang sama, pemodal asing mencatat pembelian neto Rp23,26 triliun saham dan Rp25,3 triliun SRBI, sejak awal tahun hingga 22 Februari.
Minat pemodal asing yang lebih tinggi pada instrumen lebih berisiko seperti saham di satu sisi mungkin menunjukkan risk appetite pemodal asing lebih tinggi demi memburu cuan lebih besar di saham.
Sementara untuk instrumen fixed income, pemodal cenderung memburu instrumen dengan risiko jangka pendek seperti SRBI. SRBI menjadi tempat parkir dana jangka pendek asing alias hot money dengan tenor terpanjang hanya 12 bulan namun memberikan imbal hasil jauh melampaui yield tenor 10 tahun.

Sebagai gambaran, dalam lelang SRBI terakhir Jumat lalu yang mencatat permintaan Rp8,07 triliun, investor banyak menyerbu tenor 12 bulan dengan permintaan mencapai 85% dari total bidding amount.
SRBI 12 bulan memberikan yield hingga 6,81% per tahun, nyaris mendekati level yield SUN 30 tahun di angka 6,86% saat ini. Sementara SUN tenor pendek 2 tahun saat ini baru di 6,13% dan SUN 10 tahun sebesar 6,54%.
Sentimen politik menguat
Animo asing yang melemah terhadap SBN besar kemungkinan dipengaruhi oleh pembacaan risiko terhadap situasi pasca pemilu yang masih memanas saat ini.
Tiga partai pengusung Anies-Muhaimin yaitu Partai Nasdem, PKB dan PKS menyatakan mendukung hak angket usulan Ganjar Pranowo, calon presiden yang diusung oleh partai terbesar PDI Perjuangan.
"Hak angket memang tidak akan membatalkan hasil Pemilu 2024 akan tetapi dapat memperlemah posisi politik Presiden Joko Widodo maupun Calon Presiden pemenang Prabowo Subianto, sehingga implementasi kebijakan-kebijakan mereka dipastikan terganggu selama minimal setahun ke depan. Hal ini akan dipandang negatif oleh para pelaku pasar," kata Lionel Prayadi, Fixed Income & Macro Strategist dari Mega Capital Sekuritas dalam catatannya, Jumat (23/2/2024).
Di sisi lain, investor juga masih berhitung risiko program-program unggulan Prabowo terhadap kondisi fiskal negara. Program makan siang gratis, salah satu yang menjadi perhatian utama pelaku pasar karena besarnya biaya yang harus dianggarkan untuk program itu niscaya mempengaruhi keuangan negara.
"Kami percaya risiko fiskal Indonesia dalam jangka menengah meningkat menyusul beberapa rencana program Prabowo seperti makan siang gratis yang memakan sekitar 2% Produk Domestik Bruto dan pernyataannya bahwa Indonesia bisa mencapai kenaikan rasio utang terhadap PDB," kata Thomas Rookmaker, Head of Asia Pasicif Sovereigns di Fitch Ratings.
Selain makan siang gratis, komitmen Prabowo yang mengusung narasi keberlanjutan program-program Presiden Joko Widodo seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) juga membutuhkan biaya tidak sedikit. Sebagai gambaran, biaya makan siang gratis sebesar lebih dari Rp400 triliun itu lebih besar ketimbang nilai defisit APBN 2023 yang sebesar Rp347,6 triliun.
Belakangan tim Prabowo menyatakan untuk tahun pertama pelaksanaan program makan siang gratis, biaya yang dibutuhkan sekitar Rp120 triliun.
(rui)