Abdul mengatakan, 60% pasokan cabai merah besar berasal dari Jawa Timur, sehingga daerah tersebut memegang peranan penting dalam pasokan cabai merah besar nasional.
Saat ini, hujan memang telah terjadi di Jawa Timur, tetapi masih dalam intensitas yang kecil. Padahal, tanaman cabai membutuhkan air agar bisa tumbuh dan menghasilkan produksi melimpah.
“Ada hujan tetapi tidak rutin, 1 hari hujan, setelah itu 10 hingga 15 hari kosong. Itu menambah masalah lagi. Peta cabai, itu 60% terutama cabai merah besar itu 60% pasokan dari Jawa Timur. Lalu, Jawa Timur ada masalah yang saya sebutkan tadi,” ujarnya.
“[Petani] yang bisa panen hanya pemilik modal dan pemilik air atau minimal punya akses ke air. Kalau tidak punya, bakal hancur dia."
Penanaman cabai merah besar sejak November memang sudah sedikit. Masa tanam juga mengalami kemunduran menjadi Desember dan Januari, tetapi dengan jumlah yang tidak melimpah.
Biasanya, padahal, masa tanam bisa dilakukan pada Agustus hingga Oktober, lalu masa panen akan terjadi pada Januari hingga Mei.
Sebaliknya, cabai rawit merah justru banyak ditanam pada November, sehingga harga bisa diprediksi turun pada Maret 2024.
Saat ini harga cabai rawit merah memang masih tergolong tinggi imbas kekeringan yang terjadi di daerah sentra produksi seperti Jawa Timur.
Namun, beberapa panen cabai rawit merah sudah terjadi pada Selasa (20/2/2024). Dengan demikian stok diprediksi bakal melimpah pada Maret 2024.
“Dalam minggu ini, pada Selasa kemarin sudah mulai berbunga. Artinya di Maret akan banyak. Ini khawatir harga akan murah pada Ramadan,” ujarnya.
Sementara itu, untuk cabai keriting diprediksi stabil, tetapi dengan harga yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan kekeringan, tetapi tidak separah cabai merah besar sebab beberapa daerah sentra lainnya masih memiliki panen.
(dov/wdh)