Perusahaan ini mengembangkan TV berwarna pertama di Jepang, masin cuci, hingga kulkas. Toshiba juga merupakan produsen pertama yang menjual rice cooker.
Toshiba kemudian menjadi merek global yang dikenal karena kecanggihan TV dan laptopnya. Perusahaan pun tumbuh menjadi konglomerat, dan menjadikannya pemain penting dalam industri semikonduktor dan tenaga nuklir.
Kejatuhan Toshiba
Akan tetapi, perusahaan mulai goyah ketika pemalsuan pendapatan terungkap pada 2015. Seperti diberitakan BBC, Toshiba mengakui telah melebih-lebihkan laba operasional hingga lebih dari 1 miliar dolar AS selama tujuh tahun. Mereka pun diminta untuk membayar denda sebesar 7,37 miliar yen, yang merupakan denda terbesar dalam sejarah Jepang saat itu.
Pada 2017, anak perusahaan pembangkit nuklirnya di AS, Westinghouse Electric, bangkrut. Utang mereka pun melebihi aset yang dimiliki saat itu.
Untuk mengatasi ketidakseimbangan antara utang dan aset, yang memaksa keluar dari bursa saham Tokyo atau delisting pada 20 Desember 2023. Lalu manajemen memilih untuk menerima dana dari investor di luar negeri. Namun, hal ini menimbulkan masalah baru termasuk ketidaksepakatan atas keputusan bisnis.
Perusahaan yang berbasis di Tokyo ini terus berusaha untuk mendapatkan kembali pijakannya setelah satu dekade yang ditandai dengan skandal, kerugian yang melumpuhkan, dan penjualan unit chip memori perintisnya.
Toshiba bangkrut dan menjual unit TV dan PC-nya, dan memisahkan divisi yang dianggap paling berharga, yaitu semikonduktor.
Setelah serangkaian perubahan manajemen, Japan Industrial Partners membeli semua saham dan mengeluarkan Toshiba dari bursa saham.
"Bencana yang dialami oleh Toshiba merupakan konsekuensi dari tata kelola perusahaan yang tidak memadai di tingkat atas," ungkap Gerhar Fasol, kepala eksekutif perusahaan penasihat bisnis Eurotechnology Jepang dikutip dari BBC.
(del)