Amerika melaporkan data klaim pengangguran pada pekan yang berakhir 17 Februari mencapai 201.000 klaim, lebih rendah daripada pekan sebelumnya sebesar 212.000 klaim dan lebih kecil juga dari yang diperkirakan oleh pasar. Sementara angka klaim pengangguran lanjutan mencapai 1,862 juta, lebih kecil daripada prediksi pasar di 1,884 juta klaim.
Data itu melontar sinyal bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup kuat dengan penambahan klaim pengangguran lebih rendah. Data itu menekan imbal hasil Treasury terutama tenor 10 tahun ke bawah. Tenor pendek UST-2Y naik 4,6 basis poin ke 4,71%.
Namun, dolar AS masih melanjutkan pelemahan walau data klaim pengangguran kian meneguhkan skenario higher for longer bunga The Fed. Dolar AS ditinggalkan menyusul rekor indeks saham Wall Street yang kembali melesat semalam di mana saham-saham teknologi menjadi penopang pasar dengan kenaikan indeks Nasdaq hingga 2,96%.
Dari dalam negeri, data Neraca Pembayaran yang dilansir oleh Bank Indonesia kemarin seharusnya menjadi sentimen negatif bagi rupiah, menyusul kian lebarnya defisit transaksi berjalan. BI mencatat, defisit transaksi berjalan pada kuartal IV-2023 mencapai US$ 1,3 miliar atau 0,4% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih lebar dibanding defisit kuartal sebelumnya sebesar US$ 1 miliar (0,4% PDB).
Alhasil, Indonesia membukukan defisit transaksi berjalan setahun penuh sebesar minus US$ 1,57 miliar dolar AS atau -0,12% PDB. Pada 2022, RI mencatat surplus 1% dari PDB.
"Kami prediksi tahun ini defisit transaksi berjalan mencapai 0,9% dari PDB di mana pada kuartal 1-2024 akan terjadi defisit 0,6%. Karena defisit transaksi berjalan lebih besar, kami prediksi nilai rupiah rata-rata tahun ini di kisaran Rp15.600-Rp15.650/US$ di mana tekanan pelemahan rupiah akan berlanjut sampai kuartal dua nanti dan baru menguat mulai kuartal tiga ketika BI rate mulai diturunkan," kata Fixed Income & Macro Strategist Lionel Priyadi dan Research Analyst Nanda Puput Rahmawati dari Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.
(rui)