Mereka pun sepakat Dewan Keamanan PBB telah lumpuh karena tak efektif dalam penanganan terhadap dua perang tersebut. Organisasi antarbangsa tersebut dinilai membutuhkan anggota baru dan reformasi besar untuk berbuat lebih. Meski demikian, masih banyak perbedaan pendapat di G-20.
"Melakukan diagnosis adalah satu hal," kata Josep Borrell, pejabat tinggi urusan luar negeri Komisi Eropa, mengenai reformasi kelembagaan pada Kamis pagi. "Dan hal lain lagi adalah melakukan terapinya."
Bagi G-20, pertemuan kali ini juga menjadi pencaharian identitas tentang peran badan yang dibentuk sebagai forum kolaborasi ekonomi tersebut. Terutama saat dunia sedang menghadapi sejumlah perang yang berdampak kondisi geopolitik, pasar, dan perdagangan.
Lebih dari sekadar perang
Para pejabat Brasil kabarnya membatasi pembahasan dan perdebatan tentang perang pada pertemuan para menlu G-20. Hal ini untuk menghindari perselisihan kebijakan luar negeri masing-masing negara anggota pada Rabu lalu.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengecam "Barat" atas konflik-konflik yang terjadi, sementara Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken, Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron, dan yang lainnya mengutuk keberadaan Rusia yang terus berlanjut di Ukraina.
Namun permusuhan itu hampir sepenuhnya tidak ada dalam sesi hari Kamis, yang sangat berfokus pada ide-ide reformasi kelembagaan, kata Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide kepada Bloomberg News.
"Tujuan kemarin adalah untuk membahasnya di atas meja, membicarakannya, dan menyelesaikannya, dalam arti tertentu," kata Eide mengenai konflik-konflik tersebut. "Pembicaraan hari ini tidak akan mungkin terjadi tanpa adanya pembicaraan kemarin, dan hari ini praktis bebas dari referensi perang."
Brasil juga tetap berpegang pada rencananya untuk menghindari membuat pernyataan bersama yang dapat membuat kelompok ini semakin terpuruk dalam perselisihan, dengan Vieira membacakan daftar kesimpulan singkat pada konferensi pers singkat pada Kamis sore.
Selanjutnya ke Sao Paulo
Presiden Luiz Inacio Lula da Silva telah lama mendorong reformasi pada institusi-institusi global seperti IMF untuk membuat mereka lebih mewakili apa yang disebut sebagai Global South, dan telah menjadikannya sebagai prioritas untuk G-20 ini ketika ia berusaha untuk membangun kembali peran Brasil sebagai pemimpin negara berkembang.
Para pejabat Brasil, termasuk Vieira, juga berpendapat bahwa lanskap global yang kompleks membuat agenda reformasinya semakin mendesak.
Meskipun masih jauh dari kata sepakat, reformasi yang ditampilkan secara mencolok dalam pertemuan-pertemuan urusan luar negeri ini dapat membuka jalan bagi diskusi-diskusi yang lebih substantif minggu depan, ketika para menteri keuangan dan para kepala bank sentral tiba di Sao Paulo untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan yang lebih sesuai dengan ruang lingkup tradisional G-20.
Pertemuan tersebut juga akan memberikan indikasi pertama apakah Brasil dapat berhasil membatasi perselisihan atas konflik-konflik tersebut kepada para pejabat urusan luar negeri G-20 sambil mengalihkan fokus ke tujuan utamanya: memerangi kemiskinan dan memerangi perubahan iklim.
(bbn)