Sejumlah saham yang menguat tajam dan menjadi top gainers antara lain PT Sumber Mineral Global Abadi Tbk (MPIX) yang melonjak 25,4%, PT MNC Sky Vision Tbk (WIRG) yang melesat 18,7%, dan PT Fortune Indonesia Tbk (SMIL) yang melejit 17,8%.
Kemudian saham-saham yang melemah dalam dan menjadi top losers di antaranya PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (BBLD) yang anjlok 14,4% PT SinergiMulti Lestarindo Tbk (BAIK) yang jatuh 13%, dan PT Multi medika Internasional Tbk (MTWI) yang ambruk 12,4%.
Sementara indeks saham utama Asia lainnya justru kompak menapaki jalur hijau. Pada pukul 16.40 WIB, Nikkei 225 (Tokyo), Hang Seng (Hong Kong), Shenzhen Comp. (China), Topix (Jepang), Shanghai Composite (China), TW Weighted Index (Taiwan), SETI (Thailand), SENSEX (India), KOSPI (Korea Selatan), Straits Times (Singapura), dan juga PSEI (Filipina), yang dengan kenaikan masing-masing mencapai 2,19%, 1,45%, 1,29%, 1,27%, 1,27%, 0,94%, 0,74%, 0,57%, 0,41%, 0,18%, dan 0,08%.
Sementara itu, hanya satu indeks yang menemani IHSG di zona merah, yaitu KLCI (Malaysia), dan juga IHSG yang terpangkas masing-masing 0,45%, dan 0,13%.
Bursa Saham Asia berhasil bergerak lebih baik dari yang terjadi di Bursa Saham Amerika Serikat. Dini hari tadi waktu Indonesia, tiga indeks utama di Wall Street ditutup bervariasi (Mixed). Nasdaq Composite finis di zona merah, turun 0,32%. Sementara, S&P 500, dan Dow Jones Industrial Average berhasil finis di zona hijau, dengan menguat 0,13% bagi keduanya.
Bank Sentral Amerika Serikat (Federal Reserve/The Fed) melansir risalah rapat terbaru Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) pada 30–31 Januari 2024. Risalah rapat itu menyebut sejumlah pejabat The Fed sepakat bahwa biaya pinjaman kemungkinan sudah mencapai puncaknya.
Akan tetapi waktu pasti penurunan suku bunga pertama masih belum jelas. Risalah tersebut mengindikasikan dukungan yang semakin besar di antara sekelompok pembuat kebijakan untuk memperlambat laju pengurangan portofolio aset oleh The Fed. Langkah tersebut akan sejalan dengan penurunan suku bunga untuk mulai melonggarkan kebijakan moneter.
Seperti yang diwartakan Bloomberg News, The Fed lebih khawatir akan risiko penurunan suku bunga acuan terlalu cepat ketimbang membiarkannya tetap tinggi dan berpotensi merusak ekonomi. Para pembuat kebijakan menginginkan bukti lebih lanjut bahwa inflasi benar-benar menuju target 2% sebelum menurunkan suku bunga.
Terbaru, Anggota Dewan Gubernur The Fed Michelle Bowman pada Rabu (21/2/2024) waktu setempat menyatakan, kondisi ekonomi yang terjadi saat ini tidak mendukung pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Sentral.
"Pasti tidak sekarang," kata Bowman pada hari Rabu menjawab pertanyaan tentang penurunan suku bunga dalam sebuah acara di Washington.
Adapun The Fed berencana mulai memangkas suku bunga acuan di tahun ini setelah menaikkannya dengan cepat pada 2022 dan 2023 guna menekan inflasi. Investor saat ini bertaruh penurunan pertama akan terjadi pada Juni. Bowman secara konsisten menjadi salah satu pembuat kebijakan The Fed yang hawkish.
(fad/hps)