Masa jabatan Marcos pada 1970-an hingga 1980-an identik dengan kleptokrasi dan kebrutalan darurat militer. Marcos Jr, yang dikenal sebagai Bongbong, menang telak tahun lalu untuk menggantikan Presiden Rodrigo Duterte yang populer.
Jalan Bongbong Marcos untuk naik ke posisi tertinggi negara menjadi lebih mudah ketika dia memilih putri Duterte, Sara, sebagai calon wakil presiden.
Sementara itu di Singapura, Lee Hsien Loong sudah menjabat sebagai Perdana Menteri sejak 2004. Dia merupakan anak sulung dari pendiri Singapura sekaligus mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew.
Lee telah berkiprah di pemerintahan sejak ayahnya berkuasa. Dia pertama kali memangku jabatan sebagai Menteri Perdagangan dan Industri pada 1987, hingga pada akhirnya menjadi Wakil Perdana Menteri. Sebagai anak laki-laki tertua Lee Kuan Yew, kariernya di dunia politik dibayang-bayangi oleh tuduhan nepotisme. Sejak muda, dia telah diduga akan menjadi pengganti ayahnya sebagai PM.
Di Indonesia sendiri, Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra sulung Presiden Joko Widodo, mencalonkan diri sebagai wakil presiden bersama pasangannya, calon presiden Prabowo Subianto. Pencalonan Gibran cukup kontroversial, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah persyaratan usia bagi mereka yang akan duduk di posisi teratas.
Kepentingan dalam Politik Dinasti
Pengamat Hubungan Internasional yang merupakan dosen Hubungan Internasional di Universitas Pelita Harapan, Aleksius Jemadu menyoroti politik dinasti di Asia Tenggara, yang bukan merupakan praktik baru. Menurutnya, negara-negara di kawasan Asia Tenggara sama-sama memiliki tujuan yang sama membangun rezim politik jangka panjang.
"Semua negara Asia Tenggara dalam proses mencari mekanisme membangun rezim politik yang menjamin stabilitas politik jangka panjang. Kalau berubah setiap 5 tahun, visi untuk menjadi bangsa yang lebih maju itu agak sulit diwujudkan. Mana ada negara 5 tahun ke depan jadi negara maju, setidaknya butuh 30 tahun," ungkap Aleksius saat dihubungi Bloomberg Technoz pada Kamis (22/2/2023).
"Negara-negara ASEAN ini kan terdiri dari rezim politik yang berbeda-beda. Tapi mereka sama-sama punya kebutuhan yang sama, yaitu kontinuitas dan stabilitas politik jangka panjang. Negara-negara ASEAN ini sedang dalam proses state building. Mencoba ini, mencoba itu," lanjutnya.
Pengamat politik Dewi Fortuna mengungkapkan hal senada, praktik dinasti politik sudah merupakan hal yang sangat umum terjadi. "Sebenarnya tidak ada sesuatu yang aneh kalau anak mengikuti jejak bapaknya. Seperti halnya dokter, anaknya juga dokter. Sesuatu yang sah-sah saja," ungkapnya saat dihubungi Bloomberg Technoz.
"Dinasti politik secara proses kompetisi, jika sesuai dengan aturan dan etika, tidak ada yang salah dengan hal itu. Kalau turun ke anaknya dengan kompetisi sehat, silahkan saja. Tapi pakai proses demokratis," lanjutnya.
Aleksius menambahkan, para penguasa negara-negara ASEAN menggunakan 'permainan politik' yang berbeda-beda untuk bisa menduduki posisi tertinggi. Ada yang vulgar, seperti di Kamboja, namun ada yang tetap bermain dalam koridor hukum yang ada.
"Di Kamboja sedikit kelihatan terlalu vulgar. Kalau Anda lihat, penguasa-penguasa ini tidak seragam punya strategi politik. Ada yang vulgar seperti Kamboja, ada yang tidak sevulgar itu, mereka main dalam koridor hukum yang ada. It's all about political game," tutup Aleksius.
(del/hps)