Drajad Wibowo menambahkan bahwa ide memisahkan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dari Kementerian Keuangan akan memerlukan waktu sekitar satu tahun.
“Memang tidak akan terwujud langsung pada hari-hari pertama pemerintahan Prabowo–Gibran. Mungkin perlu satu tahunan atau lebih sedikit,” kata Drajad.
Diketahui dalam dokumen visi misi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tertulis ide pendirian Badan Penerimaan Negara (BPN), sebagai wajah baru Ditjen Pajak dan direktorat penerimaan negara lainnya. BPN mencari cara Prabowo-Gibran untuk meningkatkan rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) menjadi 23%.
Per akhir 2023 tax rasio terhadap PDB Indonesia masih di kisaran 10,21%, atau naik tipis dari tahun sebelumnya, 10,08%. Dengan BPN, Drajad yakin kenaikan sekitar 12% akan terealisasi.
Cuma diperlukan proses seperti perubahan peraturan perundang-undangan. “Kan harus dipersiapkan secara matang,” jelas dia.
Meski begitu saat Prabowo-Gibran telah resmi dilantik, proses transisi perlahan berjalan masih dalam payung kelembagaan Kementerian Keuangan.
“Pra-transisi mulai dijalankan, maksudnya desain kelembagaan dimatangkan,” jelas Drajad. “Hingga kita tidak membuang waktu, ketika peraturan perundang-undangan selesai, BPN sudah bisa berjalan secara cepat.”
Dalam dokumen resmi visi misi mereka, disebutkan bahwa Prabowo-Gibran akan mendirikan BPN demi mendorong kenaikan tax ratio. Menurut mereka, anggaran pemerintah perlu efektif dari sisi penerimaan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Selanjutnya, Drajad menjelaskan mengenai sistem perpajakan yang akan diadopsi berlandaskan visi misi Prabowo-Gibran. “Tapi beberapa butir aturan perpajakan yang eksesif dan tidak kondusif bagi iklim usaha, tentu akan diubah dan diperbaiki,” terang dia.
Dalam kesempatan ini, Drajad memperlebar tax ratio menjadi ratio rasio penerimaan negara karena BPN akan menarik dana termasuk dari Cukai dan PNBP.
Dalam kesempatan berbeda, Wakil Ketua Tim Kampanye Eddy Soeparno dalam wawancara Bloomberg Television mengatakan, penerimaan pajak Indonesia hanya setara dengan sekitar 10% PDB, sedangkan negara tetangga di Asia Tenggara ini memiliki rasio pajak sebesar 14%.
“Reformasi pendapatan harus membantu mengalokasikan dana untuk janji kampanye utama Prabowo, yaitu menyediakan makan siang dan susu kepada 80 juta anak sekolah di Indonesia, membantu meningkatkan hasil kesehatan dan pendidikan, sekaligus menciptakan lapangan kerja bagi perempuan dan pengusaha,” kata Eddy.
Mendorong tax ratio ke kisaran 23% berkaitan dengan program makan siang dan susu secara gratis yang menyasar 82,9 juta warga Indonesia. Program ini diperkirakan membutuhkan biaya Rp400 triliun. Realokasi anggaran pasti dilakukan demi mewujudkan program ambisius Prabowo-Gibran.
“Bukan hanya Rp 1.000 triliun lebih untuk ekonomi hijau, ada minimal Rp 400 triliun untuk makan siang gratis, kita juga ada beberapa ratus triliun untuk target swasembada energi dan pangan. Jadi memang ada kebutuhan dana yang sangat besar,” kata Drajad dalam diskusi pada akhir tahun lalu.
Masih dalam kaitan program kerja Prabowo, TKN mengatakan pihaknya akan menyusun penyesuaian subsidi energi selama maksimal tiga bulan setelah pelantikan pada bulan Oktober.
(lav)