Logo Bloomberg Technoz

Publik justru lebih membutuhkan KPU lebih terbuka dan mengakui jika terdapat kejanggalan perhitungan suara melalui aplikasi Sirekap. Jika tidak, dugaan Pemilu 2024 dipenuhi manipulasi terus ada di benak masyarakat.

“Maka kami mendesak dilakukan audit sekarang, dilakukan assessment kembali, bagaimana sistem ini bekerja dan harus dilakukan oleh auditor siber independen, tidak hanya sekedar tim pengembangan dari sistem tersebut,” papar dia.

Errornya perhitungan suara pada sistem Sirekap dan dapat diakses publik melalui https://pemilu2024.kpu.go.id/ disuarakan satu hari setelah pencoblosan, 14 Februari 2024. Terdapat perbedaaan data sistem Sirekap dengan Formulir Model C.Hasil atau plano.

Beberapa temuan menjadi keuntungan pasangan calon (paslon) 02, Prabowo Subianto—Gibran Rakabuming Raka, yang sementara unggul dalam kontestasi Pilpres 2024 karena sistem membaca lebih besar dibandingkan dokumen hasil unggahan. Beberapa lainnya juga menggandakan pilihan untuk paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Nasib yang lebih kurang beruntung terjadi pada paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dimana sistem kerap membaca jumlah lebih kecil dibandingkan dokumen C.Hasil (plano). Indikasi proses perhitungan yang janggal membuat paslon 01 dan 03 turut mendorong upaya audit IT pada sistem KPU.

Bahkan DPP PDIP menyatakan tegas menolak penggunaan aplikasi Sirekap dalam proses perhitungan suara hasil Pemilu 2024 di seluruh tingkatan plano. Partai pengusung utama Ganjar-Mahfud ini juga meminta KPU mencabut keputusan penundaan tahap rekapitulasi suara di tingkat kecamatan (PPK).

Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC berpendapat  seharusnya KPU sudah bisa mengantisipasi jauh hari sebelum pencoblosan. Pembacaan hasil scan dokumen dinilai tidak perlu saat sistem dilengkapi dengan fitur error checking.

“Jika dilakukan error checking pada saat entry, sistem akan menolak jika jumlah perolehan suara pemilihan presiden diatas jumlah suara yang sah,” papar dia. “Modifikasi saya kira nggak lama [perbaikan]. Algoritma ini bisa [dikerjakan] anak SMP.”

Untuk diketahui Ketua KPU Hasyim Asy'ari tidak menampik adanya error pembacaan hasil suara oleh sistem dan ini berlangsung secara otomatis. Penyelenggara Pemilu 2024 ini memang menggunakan teknologi AI melalui optical character recognition (OCR) atau optical mark recognition (OMR).

Metodenya adalah sistem mengambil hasil foto (capturing) atau dipindai atas dokumen Formulir Model C.Hasil (plano) di papan penghitungan suara di TPS.

KPU kemudian beralasan bahwa potensi kesalahan input KPPS juga menjadi salah satu alasan perbedaan angka antara sistem KPU dan dokumen C.Hasil. Belum lagi terdapat limitasi, bahwa untuk Pemilu Pilpres KPPS tidak memiliki kewenangan untuk melakukan koreksi.

“Untuk perolehan suara Pilpres memang KPPS hanya dapat memberikan konfirmasi sesuai atau tidak sesuai terhadap hasil pembacaan Sirekap," kata Anggota KPU RI, Betty Epsilon Lubis. Sehingga saat terjadi ketidaksesuaian, koreksi baru dapat dilakukan pada Sirekap Web KPU Tingkat Kabupaten/Kota.

Hal berbeda terjadi pada rekapitulasi Pemilu Legislatif dimana KPPS dapat langsung mengoreksi jika Sirekap salah membaca data. Hal tersebut berkat adanya teknologi Optical Character Recognition (OCR). Namun KPPS yang lelah membuat mereka tidak menggunakan fitur editing tersebut pada sistem Sirekap, kata Anggota Komisioner KPU Idham Holik.

(wep/ain)

No more pages