"Tarif flat atau tarif tunggal yang kami usulkan dalam revisi PP No. 48/2019 itu merupakan tarif untuk besaran iuran BPH Migas, sebagai bentuk penyederhanaan tarif iuran yang berlaku saat ini. Besaran persentase iuran yang kami usulkan menjadi tarif tunggal sebesar 0,25% untuk Badan Usaha Niaga BBM dan Gas Bumi," ujar Kepala BPH Migas Erika Retnowati kepada Bloomberg Technoz, Rabu (21/2/2024).
Erika mengatakan, saat ini, mayoritas badan usaha penjualan BBM sebenarnya juga telah dikenakan tarif flat sebesar 0,25%. Sementara itu, hanya 1 badan usaha yang terkena tarif 0,175%.
Untuk pengangkutan gas bumi, saat ini juga hanya ada 1 badan usaha yang dikenakan tarif 1,5%, sedangkan badan usaha lainnya masuk ke dalam layer pengenaan iuran di 2,5%.
Tak Kerek Harga BBM
Dengan latar belakang itu, Erika mengatakan, sejatinya penetapan flat tariff untuk badan usaha BBM maupun pengangkutan gas itu tidak berbeda jauh dengan kebijakan yang sudah ditetapkan saat ini.
"Sehingga pada saat nantinya ditetapkan hanya menggunakan tarif tunggal, kondisinya akan sama dengan saat ini. Tidak akan berdampak pada kenaikan harga [BBM]," ujar dia.
Erika mengklarifikasi pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang sebelumnya mewanti-wanti usulan flat tariff tersebut bakal berimbas pada kenaikan harga BBM. Dampak lanjutannya, kata Airlangga, adalah lonjakan anggaran subsidi energi tahun ini.
"Saya panggil BPH Migas, karena BPH akan juga membuat flat tariff baik untuk penyaluran BBM, maupun penyaluran gas. Saya minta di-exercise karena itu kan kalau tarifnya flat, tentu pasti akan ada akibatnya terhadap harga-harga, jadi ini yang kita juga monitor," ujar Airlangga, Senin.
Pemerintah saat ini telah menetapkan anggaran subsidi energi senilai Rp189,1 triliun. Secara terperinci, alokasi anggaran subsisi energi yang terbesar diberikan untuk subsidi LPG 3 kg senilai Rp87,45 triliun.
Kemudian untuk listrik Rp75,83 triliun dan subsidi jenis bahan bakar tertentu (BBM JBT), yakni Solar dan kerosene (minyak tanah) senilai Rp25,82 triliun.
Anggaran tersebut mengalami lonjakan dari tahun-tahun sebelumnya. Pada 2020, pemerintah mematok subsidi energi senilai Rp108,8 triliun; 2021 sjumlah Rp140,4 triliun; 2022 sebanyak Rp171,9 triliun; dan 2023 sebesar Rp164,3 triliun.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(ibn/wdh)