Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengakui sempat terjadi upaya serangan dalam bentuk DDos (distributed denial of service) pada hari pencoblosan Pemilu 2024. Namun KPU telah mengantisipasi melalui penerapan content delivery networks atau CDN.

“Gangguan terhadap sistem Sirekap [Sistem Informasi Rekapitulasi] terjadi mulai tanggal 14 Februari 2024 yang angkanya meninggi dan salah satunya adalah gangguan DDos,” kata Anggota KPU RI, Betty Epsilon Lubis dikutip Selasa (20/2/2024).

Meski demikian Betty mengatakan, gangguan tersebut teratasi karena KPU telah mengimplementasikan cloud server yang handal, dengan memiliki skalabilitas tinggi, dan memperhatikan regulasi serta perlindungan data pribadi.

Sementara itu, untuk mengelola beban traffic yang tinggi, KPU mengimplementasikan Content Delivery Network (CDN) yang berfungsi sebagai loket-loket akses yang tersebar secara global di seluruh dunia.

Teknologi CDN juga dapat menangkal potensi gangguan serangan siber, termasuk DDos, karena oknum penjahat menyasar cloud server. Seperti halnya pengakses publik, oknum penjahat siber hanya akan masuk pada server yang lokasinya paling dekat, jadi bukan ke server utama.

Betty menambahkan bahwa cloud server menerapkan alamat IP secara acak. Hal yang turut memudahkan pengguna mengakses, juga mengaburkan IP asal dari percobaan serangan hacker.

Pada bagian lain Betty menyatakan bahwa sistem Sirekap memang belum sempurna hingga kerap menampilkan salah data hasil unggahan di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS). Faktor error salah satunya berasal dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) terkait. 

“Sistem itu akan sangat tergantung bagi manusianya, apapun jenis sistem informasi yang digunakan akan juga sangat tergantung bagi penggunanya,” papar dia. 

Lebih lanjut, Betty menekankan bahwa dalam pengunggahan data C ke sistem  Sirekap, petugas KPPS membutuhkan infrastruktur yang memadai. Contoh smartphone yang mumpuni hingga jaringan internet yang cepat.

Hal ini merujuk kepada data C hasil yang harus difoto menggunakan ponsel setiap anggota KPPS, untuk kemudian diungguh melalui sistem Sirekap.

“Segala bentuk evaluasi nanti akan kita lihat dari sisi teknologinya, dari sisi infrastruktur, dari sisi pengguna manusianya. Yang pasti ikhtiar KPU adalah menyampaikan bahwa ini harus dilaksanakan setransparan mungkin," jelasnya. 

Diketahui terdapat protes dari publik karena teknologi Optical Mark Recognition (OMR) dan Optical Character Recognition (OCR) belum mampu membaca akurat pola tulisan manual  KPPS, untuk kemudian  diterjemahkan sebagai nilai numerik. Hal ini lantas memunculkan selisih jumlah.

Pratama Persadha, Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSREC memberi kritik terhadap kesalahan mendasar dalam sistem Sirekap KPU. “Ngapain kalau [aplikasi Sirekap KPU] kalau bikin gaduh? Kalau sistem belum siap? Sebenarnya hal simpel tapi tidak dilakukan, error checking, pembatasan kuota,” kata Pratama.

Seharusnya penyelenggara Pemilu 2024 ini sudah mempersiapkan fitur error checking, misal saat jika penjumlahan jumlah suara sah ditambah surat suara tidak sah tidak sama dengan baris jumlah seluruh suara sah dan suara tidak sah. 

Error checking juga bisa diatur penolakan saat jumlah perolehan suara pemilihan presiden di atas jumlah suara yang sah. “Hal seperti ini seharusnya tidak terjadi karena rawan untuk menjadi kesalahan,” papar dia. Alhasil banyak ditemukan error baca dari hasil scan C.Plano pada beberapa TPS.

(wep/roy)

No more pages