Logo Bloomberg Technoz

“Masalah utama yang kami coba selesaikan adalah penghilangan karbon membutuhkan banyak energi," kata Gagnon, yang mendirikan perusahaan rintisan ini di University of Washington pada tahun 2022 bersama koleganya, Julian Sachs. 

Sachs adalah ahli kimia organik laut dan kepala teknologi Banyu. Sachs sebelumnya melakukan penelitian lapangan di Pasifik.

Produk yang dihasilkan Banyu Carbon adalah sebuah molekul unik, yang dijuluki sebagai “reversible photoacid”.

Setelah terpapar sinar matahari, photoacid melepaskan proton pengasam yang untuk sementara dipindahkan ke air laut, untuk kemudian dipompa ke dalam tangki— di mana zat ini mengubah CO2 terlarut dalam air menjadi gas yang dapat disimpan dengan aman.

Air laut yang telah didekarbonisasi, dikembalikan ke lautan untuk menarik CO2 dari atmosfer. Setelah kembali ke lautan, photoacid akan kembali ke bentuk aslinya untuk digunakan kembali.

Gelombang cahaya spektrum biru menjadi katalisator untuk proses tersebut. Banyu sebagian besar menggunakan tenaga listrik untuk mengoperasikan pompa air laut.

Hal ini berbeda dengan banyak teknologi CDR laut lainnya, yang mengandalkan proses elektrokimia yang jauh lebih banyak energi untuk menjebak CO2 terlarut dalam air laut, dalam bahan seperti batu kapur yang akan tenggelam ke dasar laut.

Banyu telah mengumpulkan pendanaan tahap awal sebesar US$6,5 juta dari para investor, termasuk  Grantham Foundation for the Protection of the Environment, Propeller, United Airlines Ventures, Carbon Removal Partners, dan ReGen Ventures. 

Data market karbon. (Sumber: BloombergNEF, Google)

Grantham memimpin pendanaan sebelumnya sebesar hampir $2 juta untuk Banyu Carbon. Startup ini merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan yang memanfaatkan minat investor dan pembuat kebijakan untuk menghilangkan gigaton - yaitu miliaran ton - CO2 dari atmosfer.

Hal ini hampir pasti diperlukan untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5°C, target aspiratif yang ditetapkan oleh Perjanjian Paris 2015.

Sejauh ini, Banyu Carbon lah menghilangkan beberapa gram CO2 dari air di laboratorium. Selanjutnya perusahaan berencana untuk membangun proyek percontohan photoacid tahun ini di sebuah lokasi di negara bagian Washington. Targetnya proyek pilot ini mampu menghilangkan puluhan kilogram karbon dari air laut. 

Selanjutnya adalah proyek demonstrasi komersial guna memenuhi kontrak dalam upaya mengekstraksi 360 metrik ton CO2 pada akhir 2026 untuk Frontier, lembaga pendanaan yang dipimpin oleh perusahaan pembayaran Stripe untuk mempercepat pengembangan teknologi penghilangan karbon.

Frontier telah setuju untuk membayar Banyu sebesar US$1.387 per ton karbon yang diserap oleh proyek percontohan tersebut. Gagnon mengatakan pembangunan ini berlokasi di sepanjang Teluk Meksiko.

Dalam pengaplikasian untuk Frontier, Banyu Carbon memproyeksikan bahwa pada skala penghilangan ratusan juta ton CO2 per tahun, biayanya bisa turun menjadi US$60 per ton. Perkiraan tersebut termasuk transportasi dan penyimpanan CO2 dalam formasi geologi.

Banyu mengatakan bahwa CO2 yang diekstraksi juga dapat digunakan dalam proses industri, seperti membuat bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan.

Seperti perusahaan stattup penghilang karbon lainnya, Banyu berencana untuk menjual kredit karbon. Namun, perusahaan CDR menghadapi masalah keuangan dan teknik  dalam meningkatkan teknologi mereka untuk memberikan dampak yang berarti dan hemat biaya pada tingkat CO2 global.

Mereka yang berfokus pada lautan, menghadapi pengawasan tambahan atas konsekuensi terhadap ekosistem laut, seperti potensi untuk mengubah kimia air laut dan mengganggu siklus hidup organisme.

Para peneliti juga telah bekerja untuk menghilangkan karbon dari atmosfer di daratan. Salah satu metode tersebut adalah penangkapan udara langsung (direct air capture/DAC ). Karena hanya ada kurang dari satu gram CO2 per meter kubik atmosfer, fasilitas DAC harus menyalakan “fasilitas energi baling-baling” dan proses intensif energi lainnya untuk menyedot udara dalam jumlah besar dan memisahkan gas. (Beberapa startup sedang mengerjakan proses yang mengonsumsi lebih sedikit energi).

Di sisi lain, air laut mengandung lebih dari 100 kali konsentrasi CO2 per meter kubik dibandingkan udara. Meski begitu, sebagian besar proses CDR laut membutuhkan investasi besar-besaran dalam energi terbarukan dalam skala besar.

Sebagai contoh, para ilmuwan yang mendirikan startup CDR laut yang berbasis di Los Angeles, Equatic, memperkirakan dalam sebuah makalah pada tahun 2021 bahwa untuk menghilangkan 10 gigaton CO2 setiap tahun dari air laut menggunakan proses elektrokimia, Equatic akan membutuhkan biaya sebesar US$1,4 triliun.

Biaya ini bertujuan untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya. Equatic mengatakan tahun lalu bahwa peningkatan efisiensi selanjutnya berarti akan membutuhkan 2 megawatt-jam listrik untuk mendekarbonisasi 1 metrik ton air laut. Rata-rata rumah di Amerika mengkonsumsi listrik kurang dari 1 megawatt-jam per bulan, menurut Energy Information Administration).

Banyu Carbon melakukan pendekatan berbeda dengan sinar matahari yang didapatkan secara gratis. Ia memproyeksikan bahwa sistem ini hanya membutuhkan kurang dari 1 megawatt-jam listrik untuk menghilangkan satu ton CO2. 

Polutan karbon di dunia (Sumber: Bloomberg)

Banyu Carbon berharap bahwa sistemnya tidak hanya akan mengkonsumsi energi 90% lebih sedikit daripada CDR lautan elektrokimia - dan 30% lebih sedikit daripada DAC - tetapi juga akan menghasilkan listrik yang berlebih.

Salah satu inovasi perusahaan adengan dengan menanamkan sel fotovoltaik di dalam sistem yang dapat menghasilkan kelebihan listrik yang tidak digunakan untuk dekarbonisasi.

“Banyu adalah satu-satunya solusi yang kami lihat yang benar-benar dapat menghasilkan energi positif. Pasti akan ada tantangan dalam hal teknik, namun ilmu dasar sainsnya bisa diterapkan, ilmu kimianya juga bisa,” kata Direktur Grantham, Cyril Yee, yang mencatat bahwa yayasan ini telah berinvestasi di berbagai perusahaan rintisan CDR.

Kebutuhan energi dapat dikurangi lebih lanjut jika fasilitas tersebut terletak di pembangkit listrik atau pabrik desalinasi yang sudah memompa dan membuang air laut dalam jumlah besar.

Sistem photoacid berdaya rendah milik Banyu “terdengar hebat dan jika mereka dapat menyelesaikan detail teknisnya, sepertinya ini bisa menjadi cara yang baik,” kata ahli kelautan dari Universitas Hawaii, David Ho.

Negara penghasil karbondioksida di Asia Tenggara (Sumber: Bloomberg)

“Mereka adalah orang-orang yang sangat cerdas di Banyu yang mengerjakan ini dan mereka memiliki pemahaman tentang oseanografi kimia," tambah Ho, yang ikut mendirikan organisasi nirlaba bernama [C]Worthy. Lembaga ini mengembangkan protokol untuk memverifikasi penghilangan karbon dioksida di lautan dan yang telah mengkritik metode yang boros energi.

(wep/roy)

No more pages