Sebelumnya, Plt Kasubkom IK Perkeretaapian KNKT Gusnaedi Rachmanas mengatakan terdapat permasalahan pada sistem persinyalan dan faktor manusia dalam kecelakaan tersebut.
Dalam aspek persinyalan, bias konfirmasi sinyal menjadi awal mula terjadinya kecelakaan. Terdapat anomali berupa sinyal yang tidak diperintah (uncommanded signal) yang dikirim sistem interface dan terproses oleh sistem interlocking blok elektrik Stasiun Haurpugur sehingga Stasiun Haurpugur dapat melanjutkan proses pelayanan rute untuk KA 350 CL Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka.
“Uncommanded signal tersebut kemudian ditampilkan pada layar monitor Stasiun Haurpugur sebagai indikasi seolah-olah telah diberi konfirmasi blok aman oleh Stasiun Cicalengka. Ini berdampak pada proses pengambilan keputusan untuk memberangkatkan KA dari masing-masing stasiun karena secara sistem Stasiun Haurpugur dapat memberangkatkan KA 350 CL Bandung Raya menuju Stasiun Cicalengka,” ujar Edi dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (16/2/2024).
Uncommanded signal tersebut merupakan dampak transien tegangan dengan amplitudo sangat tinggi dalam waktu sangat singkat saat operasi pensaklaran relay sistem interface St Cicalengka saat proses menerima sinyal dari Stasiun Haurpugur.
Perlu diketahui, terdapat perbedaan perangkat persinyalan yang digunakan antara kedua stasiun.
Stasiun Cicalengka menggunakan perangkat blok mekanik dan Stasiun Haurpugur menggunakan perangkat persinyalan elektrik. Dalam menghubungkan kedua stasiun untuk dapat berkomunikasi, dipasangkan sistem interface yang berfungsi sebagai penerjemah bahasa dari elektrik ke mekanik.
Namun, interface ini mengalami gangguan karena adanya transien tegangan sangat tinggi dalam waktu sangat singkat. Berdasarkan hasil pengujian, padahal, anomali tidak terjadi dengan transien sekitar 30Vpp.
(dov/spt)