“Secara umum, data inflasi ini sudah cukup untuk membuat The Fed menaikkan suku bunga acuan 25 bps pekan depan. Namun, tekanan di sektor perbankan akan menjadi wild card dalam pengambilan keputusan sampai ada kejelasan soal keberhasilan menahan dampak negatif dari SVB dan Signature.” jelas Ian Lyngen, Rates Strategist di BMO Capital Markets.
Akan tetapi, komentar dari lembaga pemeringkat membuktikan bahwa sentimen masih rentan berubah usai 3 bank di AS kolaps dalam sepekan. Ini adalah kegagalan bank terbesar sejak krisis keuangan.
Moody’s Investor Service menurunkan outlook terhadap sektor perbankan. S&P Global Ratings kemudian menempatkan First Republic Bank dalam outlook negatif.
“Para pembuat kebijakan mungkin terpengaruh untuk menghentikan kenaikan suku bunga, meski ada bukti bahwa masih ada risiko inflasi. Saat bank-bank kecil tertekan, ada kekhawatiran bank-bank yang lebih besar terkena risiko sehingga bisa membuat perekonomian secara umum melambat,” terang Susannah Streeter, Head of Money and Markets di Hargreaves Lansdown.
Di pasar lain, harga minyak bergerak naik setelah kemarin melemah. Harga emas terpeleset setelah naik 3 hari beruntun.
Agenda yang patut disimak hari adalah rilis sejumlah data ekonomi di China. Produksi industri dan penjualan ritel diperkirakan naik setelah China mencabut kebijakan zero Covid-19, menurut kajian Bloomberg Economics. Bank Sentral China (PBoC) diperkirakan tetap mempertahankan suku bunga 1 year medium term lending facility di 2,75%.
(bbn)