Dia lantas mencontohkan kasus sengketa yang terjadi pada 2008 silam dalam pemilihan kepada daerah (pilkada) Gubernur Proviinsi Jawa Timur.
Kala itu, pilkada mempertemukan 2 calon yakni Khofifah Indarparawansa dari PPP, Soekarwo dari Demokrat, dalam putaran kedua. Hasil itu dimenangkan oleh Soekarwo. Namun, pihak Khofifah menggugat hasil tersebut ke MK, dengan dugaan adanya kecurangan.
Dalam putusannya, MK pun membatalkan kemenangan Soekarwo, dan kembali mengadakan pemilu putaran ketiga.
"Kemudian, hasil pilkada Bengkulu Selatan, yang menang didiskualifikasi, yang di bawahnya langsung naik. Ketiga, hasil pilkada kota Waringin barat, sama dengan Bengkulu Selatan dan banyak lagi kasus ada pemilihan ulang, dan sebagainya."
Oleh sebab itu, Mahfud menilai contoh-contoh sengketa pemilu itu telah menjadi yurisprudensi atau keputusan-keputusan dari hakim terdahulu untuk menghadapi suatu perkara yang tidak diatur di dalam Undang-Undang.
"Ini bukan hanya yurisprudensi, tetapi juga termasuk di dalam peraturan perundang-undangan dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan atau didiskualifikasi."
(ibn/ain)