Kerja sama yang diteken sudah sejak Maret 2022 itu belakangan diketahui memakan nilai investasi hingga US$2,7 miliar atau setara dengan Rp42,7 triliun.
Kerja sama itu meliputi eksplorasi potensi-potensi baru dalam sektor industri pengolahan aluminium yang belum dikembangkan di Indonesia, serta peningkatan kapasitas aset produksi smelter bauksit milik Inalum.
"Ini kita dorong untuk supaya jalan, supaya bisa narik bauksit," ujar Arifin.
Adapun, Inalum sendiri saat ini telah mengoperasikan smelter grade alumina (SGA) bauksit di Kuala Tanjung, Kalimantan Utara. Sejak beroperasi pada 2017, smelter itu memproduksi 200.000 ribu ton aluminium, dan berencana di tingkat menjadi 300.000.
Selain itu, Inalum juga kini tengah menggarap proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Mempawah, di Kalimantan Barat. Smelter itu rencananya bakal menambah kapasitas produksi smelter grade alumina (SGA) mencapai 1 juta ton, dengan kapasitas serap bauksit dari hulu sebesar 3 juta ton.
Di Indonesia sendiri, terdapat 7 proyek pembangunan smelter bauksit yang masih belum berprogres secara signifikan.
Dalam kaitan itu, Arifin pun menyarankan para pengusaha tambang bauksit membentuk konsorsium dalam merealisasikan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter.
"Kita imbau supaya bisa, coba bergabunglah bikin konsorsium. Karena kalau sendiri-sendiri napasnya enggak nyampe. Enggak sanggup maraton dia," ujar Arifin.
(ibn/wdh)