“Pulau Jawa sentra penghasil beras terbesar. Jadi jika ingin memastikan bagaimana nanti pengiriman ke luar Jawa kita mengukur setidaknya dari stok PIBC,” lanjutnya.
Isunya Bukan di Produksi
Akan tetapi, Eliza mengatakan permasalahan pada sektor perberasan saat ini sebenarnya bukan terjadi pada sisi produksi yang terlihat sekadar dari kondisi pasokan di PIBC. Hal itu tecermin dari data stok beras nasional pada awal 2024 yang berada di level 6,71 ton atau di atas rata-rata konsumsi 2,5 juta ton per bulan.
Selanjutnya, berdasarkan pantauan pada laman Food Station, per 15 Februari atau saat kunjungan Jokowi, stok akhir beras di PIBC adalah 33.525 ton.
“Stok melimpah, tetapi kok harga naik? berarti yang menjadi soal adalah distribusinya. Ketiadaan data di setiap rantai pasok beras membuat asimetris informasi,” ujarnya.
Sebelumnya, Eliza menggarisbawahi 90% distribusi beras dikendalikan oleh perusahaan swasta yang terdiri dari masyarakat, penggilingan beras, dan korporasi.
Peran pemerintah dalam distribusi makin tergerus karena ketiadaan data distribusi beras, sehingga sulit untuk mendeteksi dan melacak pergerakan beras tersebut.
Dalam kaitan itu, Badan Pusat Statistik (BPS) saat ini memang memiliki data produksi di tingkat petani, tetapi basis data yang diperlukan tidak cukup hanya mengandalkan data tersebut.
“Karut-marutnya tata niaga perberasan nasional ini karena ketiadaan data. BPS memiliki data produksi tingkat petani, tetapi juga dibutuhkan data sepanjang rantai pasok komoditas pangan. Data beras di tingkat penggilingan dan gudang itu belum sepenuhnya dapat ditelusuri. Hal serupa juga terjadi di komoditas pangan lainnya,” ujar Eliza.
Ketiadaan data di tingkat produksi dan di sepanjang rantai nilai pada komoditas pertanian, lanjut Eliza, berpotensi mengundang oknum tertentu untuk mengambil keuntungan, memicu upaya spekulasi sehingga harga naik secara tidak alami (artifisial) dan mengerek inflasi.
Di sela kunjungannya ke PIBC pertengahan pekan ini, Jokowi mengatakan, berdasarkan pantauannya, stok beras di pasar barometer tersebut melimpah. Dalam kunjungannya dia didampingi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi, dan Direktur Utama Perum Bulog (Persero) Bayu Krisnamurthi.
“[Saya] datang di Pasar Induk Beras Cipinang untuk memastikan bahwa stok di sini ada, karena dari sinilah [beras] didistribusikan ke ritel, ke supermarket, ke daerah. Sehingga saya ingin pastikan beras yang ada di sini ada, tersedia, jumlahnya cukup, dan saya lihat melimpah,” ujarnya di sela kunjungan tersebut.
Jokowi menjelaskan akar masalah kenaikan harga beras belakangan ini adalah karena hasil panen yang belum banyak masuk atau terdistribusikan ke pasar. Dia juga menyebut terdapat gangguan distribusi beras di Grobogan dan Demak akibat banjir, tetapi sudah diatasi melalui pengiriman dari Bulog.
“Ya ini negara ini besar dan berpulau-pulau, kita harus tahu itu. Kalau distribusi kadang terhambat, itu harus diselesaikan, tetapi itu kan tidak semuanya,” ujar Jokowi.
“Nanti dilihat, saya kira dalam dalam 1—2 minggu [harga beras] akan sedikit turun, sambil menunggu panen. Kalau panen rayanya datang pasti juga akan [makin turun].”
Berikut perincian stok beras di PIBC, berdasarkan data terakhir dari Food Station:
- 1 Februari : stok awal 30.097 ton, stok akhir 31.611 ton
- 2 Februari : stok awal 31.611 ton, stok akhir 31.939 ton
- 3 Februari : stok awal 31.939 ton, stok akhir 30.769 ton
- 4 Februari : stok awal 30.769 ton, stok akhir 30.509 ton
- 5 Februari : stok awal 30.509 ton, stok akhir 31.295 ton
- 6 Februari : stok awal 31.295 ton, stok akhir 31.027 ton
- 7 Februari : stok awal 31.027 ton, stok akhir 31.504 ton
- 8 Februari : stok awal 31.504 ton, stok akhir 33.126 ton
- 9 Februari : stok awal 33.126 ton, stok akhir 34.590 ton
- 10 Februari : stok awal 34.590 ton, stok akhir 34.478 ton
- 11 Februari : stok awal 34.478 ton, stok akhir 32.250 ton
- 12 Februari : stok awal 32.250 ton, stok akhir 33.376 ton
- 13 Februari : stok awal 33.376 ton, stok akhir 33.292 ton
- 14 Februari : stok awal 33.292 ton, stok akhir 33.378 ton
- 15 Februari : stok awal 33.378 ton, stok akhir 33.525 ton
- 16 Februari : stok awal 33.525 ton, stok akhir 33.684 ton
(dov/wdh)