"Kami siap dengan tim forensiknya [timnas AMIN], karena selama ini audit IT terhadap sistem KPU tidak pernah dilakukan," jelas Bambang.
Bambang mengingatkan hal ini tidak hanya terjadi pada pemilu kali ini. Situasi serupa juga terjadi di pemilu 2019. Saran Bambang, segera dibentuk badan indepen untuk mengurus hal ini agar kejadian seperti ini tidak berulang pada pemilu lima tahun mendatang
"Kalau mau, [kalau] nggak percaya sama ahli cyber-nya para calon, bentuk saja badan independen, Expertise of the cybercrime, untuk terlibat di situ, kan untuk kepentingan bersamam" jelasnya.
Seperti diketahui, Timnas Amin melakukan kajian forensik terhadap server Komisi Pemilihan Umum (KPU) menduga ada penggelembungan suara yang dilakukan pada sistem teknologi informasi (TI).
"Kami menduga ada sistem algoritma yang sudah di-setting untuk pemenangan di Paslon tertentu yang secara otomatis pasti di atas 50%," ujar Bambang.
Di sisi lain, KPU mengakui ada persoalan salah hitung dalam real count.
Namun demikian, Ketua KPU, Hasyim Asy'ari mengklaim kesalahan hitung hanya terjadi pada 2.325 TPS. Adapun total TPS seluruh Indonesia berjumlah 823.236 TPS. Selain itu, soal temuan penggelembungan suara yang terjadi pada aplikasi Sirekap, Hasyim berdalih kesalahan sistem konversi otomatis yang dimiliki aplikasi.
(prc/ain)