Meskipun di Indonesia tidak ada bank dengan model bisnis yang spesifik seperti SVB, lanjutnya, bukan berarti perbankan bisa tenang. Suahasil menekankan perbankan perlu melakukan tinjauan terhadap liabilitas aset dan instrumen-instrumen investasi yang digunakan oleh para deposan.
"Ini harus selalu dilakukan terus-menerus dan ini menjadi tugas pengawas perbankan untuk betul-betul melihat seluruh potensi risiko," tambahnya.
Sementara itu, dalam keterangan pers pada yang dipublikasikan Senin (13/3/2023), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan penutupan SVB diperkirakan tidak berdampak langsung terhadap perbankan Indonesia. Hal ini dikarenakan tidak adanya hubungan bisnis, facility line maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.
"Oleh karena itu, OJK mengharapkan agar masyarakat dan Industri tidak terpengaruh terhadap berbagai spekulasi yang berkembang di kalangan masyarakat," kata Dian.
Dian menilai aset perbankan terjaga dengan komposisi Dana Pihak Ketiga (DPK) yang didominasi oleh current account and saving account (CASA) atau dana murah yang semakin meningkat sehingga tidak sensitif terhadap pergerakan suku bunga.
Dari sisi risiko kredit, risiko pasar, permodalan, dan profitabilitas juga terjaga dan tumbuh positif.
Menurut Dian, saat ini tidak ada bank umum di Indonesia yang masuk dalam kategori Bank Dalam Resolusi yaitu bank yang mengalami kesulitan keuangan, membahayakan kelangsungan usahanya, dan tidak dapat disehatkan.
(tar/wep)