"Masyarakat sadar pelanggaran pemilu terjadi, tapi mereka tahu karena pelanggaran-pelanggaran itu tidak diusut nantinya," ujar Ray.
Melihat karakter masyarakat Indonesia, kata Ray, rakyat akan tidak peduli terhadap pilpres, bahkan tidak terlalu peduli lagi tentang apa yang terjadi dalam prosesnya.
"Suasana inilah yang kemudian berkembang sehingga sangat potensial untuk terus-menerus terjadi. Akibatnya, kemerosotan demokrasi kita," kata Ray Rangkuti.
Ray juga menyoroti kepongahan KPU yang selalu di awal mengklaim pemilu dengan segala persiapannya sudah matang. Ketika mendapatkan sorotan masyarakat terhadap satu persoalan, selalu ada alasan untuk pembenaran.
"(KPU) merasa ahli di bidangnya masing-masing tapi ya pekerjaannya ternyata tidak sebagus yang diduga," cibir Ray.
Ray melihat gejala KPU akan keteteran mengelola Pemilu sudah terasa dari awal. Ketika segala dugaan pelanggaran terhadap pelaksanaan pemilu terjadi hari ini, kepada Bawaslu pun Ray mengaku tak punya harapan.
"Sudahlah kemampuan mereka juga sudah bisa diukur kok," kata dia.
Sebelumnya, KPU telah mengklarifikasi persoalan salah hitung dalam real count. Ketua KPU, Hasyim Asy'ari mengklaim kesalahan hitung hanya terjadi pada 2.325 TPS. Adapun total TPS seluruh Indonesia berjumlah 823.236 TPS.
"2.325 TPS yang ditemukan kesalahan antara konversi hasil perhitungan suaranya dengan formulir yang diunggah berbeda" jelas Hasyim di Gedung KPU RI Jakarta, Kamis (15/2/2024).
Menurutnya, dapat disimpulkan kesalahan pengonversian data suara yang terjadi hanya sebesar 0,64% dari 358.775 TPS yang sudah terunggah disistem Sirekap.
"Itu kalau dibandingkan yang sudah diunggah 358.775 itu kurang lebih 0,64% atau dibawah 1%," ucapnya.
(prc/ain)