Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonomi dunia sempat mengalami keterpurukan karena pandemi covid-19 yang terjadi dari akhir 2019 hingga 2022. Selama periode tersebut banyak negara, termasuk negara-negara maju berjuang menyelamatkan diri karena aktivitas ekonomi menyusut dan rantai distribusi dunia terganggu. 

Setelah pandemi covid-19 reda, persoalan ekonomi masih belum selesai. Konflik geo politik, yang dimulai dari perang Rusia dan Ukraina awal 2022 kembali memukul ekonomi dunia, kenaikan harga energi menjadi pukulan berat bagi negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika Serikat yang merupakan dua kubu ekonomi terbesar dunia. 

Inflasi merajalela hampir di semua penjuru dunia dampak dari kenaikkan harga energi. Inilah yang membuat ekonomi sejumlah negara mengalami kontraksi di 2023, terbaru ada Jepang dan Inggris yang resmi mengumumkan secara teknikal mengalami resesi karena dalam dua kuartal berturut-turut mengalami kontraksi ekonomi.

Jepang

Ekonomi Jepang menyusut pada kuartal kedua karena permintaan domestik yang lemah. Dilaporkan Kantor Kabinet pada Kamis (15/2) produk domestik bruto (PDB) mengalami kontraksi pada tingkat tahunan sebesar 0,4% di tiga bulan terakhir tahun lalu, menyusul revisi penurunan sebesar 3,3% di kuartal sebelumnya. 

Laporan tersebut menunjukkan bahwa rumah tangga dan bisnis memangkas pengeluaran selama tiga kuartal berturut-turut karena ekonomi Jepang merosot menjadi yang terbesar keempat di dunia dalam nilai dolar tahun lalu. Jerman sekarang memiliki ekonomi terbesar ketiga di dunia.

Konsumsi swasta turun 0,2% karena rumah tangga yang menghadapi kenaikan biaya hidup memperketat anggaran mereka. Pengeluaran rumah tangga turun 2,5% di Desember dibandingkan tahun sebelumnya, penurunan selama 10 bulan berturut-turut karena kenaikan upah tertinggal dari inflasi. Pengeluaran bisnis juga lesu pada kuartal terakhir, turun 0,1%.

Resesi Jepang. (Dok: Bloomberg)

Inggris

Menurut data dari Kantor Statistik Nasional (Office for National Statistics/ONS) yang dirilis pada Kamis (15/2), Produk Domestik Bruto (PDB) Inggris turun 0.3% pada kuartal keempat, lebih besar dari perkiraan penurunan 0.1% para ekonom. Angka ini mengikuti penurunan 0.1% pada tiga bulan sebelumnya.

Pound melemah terhadap dolar setelah rilis data. Mata uang ini diperdagangkan 0,1% lebih lemah pada US$1,2548, menuju penurunan untuk hari ketiga.

Ekonomi Inggris telah dibelenggu oleh krisis biaya hidup terburuk dalam beberapa generasi dan kenaikan suku bunga yang cepat yang menekan peminjam. Aksi industrial di sektor kereta api dan kesehatan serta penurunan penjualan ritel turut menyebabkan penurunan PDB pada bulan Desember.

Resesi UK. (Dok: Bloomberg)

Jerman

Negara dengan perekonomian terbesar di Eropa ini telah bergelut dengan resesi selama beberapa kuartal. Sejauh ini, mereka berhasil menghindarinya.

Namun, semua bisa berubah jika momentum tidak segera membaik. Survei bisnis bahkan mengisyaratkan sentimen yang sedikit memburuk di awal tahun. Bundesbank juga telah memperingatkan bahwa produksi "akan stagnan pada tingkat terbaik" di kuartal pertama 2024.

Hal ini dikarenakan permintaan luar negeri untuk barang-barang Jerman hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda pemulihan. Sementara konsumen di dalam negeri masih ragu untuk membelanjakan uangnya. Menurut proyeksi oleh Ifo Institute, PDB kemungkinan akan menyusut 0,2% antara Januari dan Maret.

(del/hps)

No more pages