Logo Bloomberg Technoz

Pelaku pasar pada dasarnya merayakan kelegaan usai gelar Pemilu dan Pilpres yang dilangsungkan kemarin 14 Februari akhirnya memberikan kepastian lebih terang tentang suksesi kepemimpinan. 

Hasil hitung cepat berbagai lembaga survei menempatkan pasangan Prabowo-Gibran sebagai pemenang pilpres dengan capaian suara lebih dari 55%, memberi sinyal kuat bahwa pilpres hanya perlu satu putaran digelar. Sementara penghitungan di lapangan (real count) oleh Komisi Pemilihan Umum sejauh ini masih berlangsung dan akan diumumkan selambatnya sebulan ke depan.

Euforia yang melanda pasar keuangan domestik hari ini memang lebih banyak didorong oleh sentimen politik dalam negeri. Itu juga ditambahkan oleh rebound pasar global semalam setelah sebelumnya terkapar aksi jual pasca data inflasi AS dirilis pada Selasa malam.

Pemodal asing sudah bersiap-siap menyerbu pasar domestik di mana rupiah diperkirakan akan mencetak reli hingga 2% sebulan ke depan. 

"[Penghitungan] iFlow kami memperlihatkan investor memiliki ruang untuk menambah kepemilikan di obligasi. Pemilu memberikan kejelasan arah Indonesia dengan selama ini ia menjadi kisah tentang pertumbuhan di kawasan Asia Pasifik yang dibutuhkan. Ini dilihat sebagai cerita kawasan. Kami perkirakan ada kenaikan 1%-2% untuk rupiah ketika semuanya pasti dalam sebulan ke depan," kata Head of Markets Strategy BNY Mellon Bob Savage, dikutip dari Bloomberg News.

"Hasil quick-count akan menjaga sentimen investor terhadap Indonesia. Prabowo memiliki sejarah [pelanggaran] hak asasi manusia yang memprihatinkan. Namun, kampanye dan komitmennya terhadap kesinambungan kebijakan seharusnya bisa mencegah arus modal asing keluar dan termasuk risiko politik," kata Brendan McKenna, Emerging Market Economist and Currency Strategist di Wells Fergo New York, seperti dilansir dari Bloomberg News, Rabu malam.

Keberlanjutan kebijakan dan konsolidasi fiskal akan menjadi hal yang sangat penting, kata McKenna. Bila Prabowo terlihat tidak melanjutkan kebijakan yang sudah dijalankan Presiden Joko Widodo, sentimen itu bisa goyah, jelasnya.

"Dalam jangka panjang, kecuali ada skenario alternatif yang lebih jelas, perkembangan global dan eksternal sepertinya masih akan menjadi penyetir utama pergerakan rupiah ketimbang isu politik dalam negeri," kata McKenna.

(rui)

No more pages