Sementara itu, harga gas alam di Henry Hub, Oklahoma (AS), rata-ratanya adalah US$ 6,54/MMBtu pada 2022, melonjak 75,33% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
“Lonjakan harga minyak dan gas akibat serangan Rusia ke Ukraina membuat penggunaan batu bara juga melonjak. Konsumsi batu bara dunia pada 2022 naik 1,2% menjadi lebih dari 8 juta ton. Ini adalah rekor tertinggi, melampaui pencapaian 2013,” sebut keterangan tertulis IEA.
Peningkatan permintaan tentu membuat harga batu bara terangkat. Rata-rata harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) sepanjang 2022 adalah US$ 357,83/ton. Meroket 161,76% dari rerata 2021. Tahun lalu, harga komoditas ini sempat berada di atas US$ 400/ton, tertinggi sepanjang sejarah.
Ekspor Cetak Rekor
Di sinilah Indonesia merasakan dampaknya selaku eksportir batu bara terbesar dunia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan produksi batu bara Indonesia adalah 687 juta ton pada 2022. Dari jumlah tersebut, 494 juta ton masuk ke pasar ekspor, naik 13,51% dari 2021.
Kenaikan harga dan permintaan membuat Indonesia meraup banyak uang dari ekspor batu bara. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor ekspor bahan bakar mineral HS 27 (yang didominasi batu bara) sepanjang 2022 adalah US$ 54,98 miliar. Naik 67,46% dari 2021.
Tidak hanya batu bara, harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) juga naik signifikan karena tingginya permintaan, terutama dari India yang makin membuka aktivitas masyarakat usai meredanya pandemi. Plus, produksi CPO Indonesia—produsen nomor wahid dunia—terus menurun sehingga menopang kenaikan harga.
“Produksi CPO 2022 sebesar 46,729 juta ton, lebih rendah dibandingkan dengan produksi 2021 sebesar 46,888 juta ton dan merupakan tahun ke-4 berturut-turut di mana produksi cenderung turun/stagnan sejak kelapa sawit diusahakan secara komersial di Indonesia,” ungkap keterangan tertulis Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki).
Rata-rata harga CPO di Bursa Malaysia sepanjang 2022 adalah MYR 4.910,36/ton. Naik 18,33% dibandingkan dengan rerata 2021. Sepanjang 2022, nilai ekspor kelompok lemak dan minyak hewan/nabati HS 15 (yang didominasi CPO) mencapai US$ 35,2 miliar. Naik 6,94% dibandingkan dengan 2021.
Berkat kenaikan harga komoditas, kinerja perdagangan Indonesia begitu cemerlang. Sepanjang 2022, nilai ekspor Indonesia tercatat US$ 291,98 miliar, rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Pada tahun itu, ekspor tumbuh 24,49% dari tahun sebelumnya dengan sumbangan 16,28% terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB). Untuk itu, peranan windfall harga komoditas tidak bisa diabaikan dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,31% pada 2022, tertinggi sejak 2013.
Tren Harga Komoditas
Akan tetapi, sepertinya prestasi serupa sulit terulang tahun ini. Tanda-tanda penurunan harga komoditas sudah terlihat nyata.
Akhir pekan lalu (10/3/2023), harga batu bara ICE Newcastle ditutup di US$ 185,25/ton. Dibandingkan dengan awal 2023 (year to date/ytd), harga anjlok 52,87% secara point to point (ptp).
Sementara itu, harga CPO di Bursa Malaysia pada Jumat lalu ditutup di US$ 4.093/ton, berkurang 3,76% ketimbang posisi awal tahun.
Dampak penurunan harga komoditas sudah dirasakan di sisi ekspor. Nilai ekspor pada Januari 2023 tercatat US$ 22,31 miliar, turun 6,36% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
“Kita bisa memberi catatan bahwa harga komoditas global sudah mulai menunjukkan tren penurunan. Perlu diingat bahwa ekspor memberi andil besar terhadap pertumbuhan ekonomi, sehingga ini perlu diwaspadai,” tegas Margo Yuwono, Kepala BPS, dalam jumpa pers bulan lalu.
Fitch Ratings dalam risetnya memperkirakan rata-rata harga batu bara ICE Newcastle pada tahun ini ada di US$ 220/ton. Jika terwujud, maka artinya anjlok 38,52% dari rerata 2022.
“Kebutuhan akan batu bara dalam pembuatan baja akan makin berkurang seiring dengan transisi ke produksi baja yang lebih ramah lingkungan. Ini akan menurunkan permintaan batu bara dan proyeksi harganya,” sebut riset Fitch.
Sementara itu, survei KPMG yang melibatkan 11 kontributor menghasilkan angka median US$ 292/ton untuk proyeksi rata-rata harga batu bara Newcastle pada 2023. Pada tahun-tahun selanjutnya, harga komoditas ini bahkan diperkirakan turun jauh di bawah US$ 200/ton.
Perlambatan ekonomi—bahkan resesi—di beberapa negara akibat tingginya inflasi dan suku bunga juga akan meredam harga komoditas. Mengutip riset Bank Danamon, sinyal perlambatan ekonomi dan resesi makin nyata, terutama di negara-negara maju.
Di AS, Puchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur dan jasa terus berada di bawah 50 sejak Agustus 2022, pertanda dunia usaha sedang berada di fase kontraksi, bukan ekspansi.
“Tidak sedikit yang memperkirakan AS akan mengalami resesi ringan. Fenomena serupa juga akan dialami negara-negara yang bank sentralnya agresif menaikkan suku bunga, seperti Uni Eropa dan Inggris,” tulis riset Bank Danamon.
Dengan demikian, rasanya sulit untuk mengulangi pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,31% seperti 2022. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik 4,5—5,3% tahun ini.
“Arahnya 4,9—5,1%,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo belum lama ini.
(aji/wdh)