Media Israel melaporkan, seorang tentara wanita tewas dalam serangan hari Rabu dan delapan orang terluka. Meskipun tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab, rudal-rudal tersebut berasal dari wilayah yang sebagian besar dikuasai oleh Hizbullah.
Pasukan Pertahanan Israel mengatakan bahwa serangan udaranya menargetkan kompleks militer Hizbullah, ruang kontrol, dan infrastruktur lainnya.
Satu orang tewas dan 10 lainnya terluka dalam serangan yang merusak toko-toko dan rumah-rumah di desa Adsheet, Lebanon selatan, lapor kantor berita pemerintah. Hizbullah mengatakan salah satu pejuangnya tewas.
"Ini bukan hanya sekadar menggiring bola, ini adalah perang," ujar Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, yang telah lama menganjurkan sikap yang lebih agresif terhadap Hizbullah. "Ini adalah waktu untuk mengubah cara berpikir kita."
Para pejabat lainnya lebih terukur, namun juga menyiratkan bahwa Israel akan membalas dengan agresif.
"Pagi ini kami mengalami serangan parah yang akan segera dibalas dengan kekuatan," kata Benny Gantz, anggota kabinet perang Israel yang juga mengepalai sebuah partai oposisi.
Reaksi di pasar diredam dan shekel mempertahankan kenaikannya untuk hari itu.
Lebanon dalam Krisis
Gantz menambahkan bahwa pemerintah Lebanon harus bertanggung jawab atas tindakan Hizbullah.
Lebanon berada dalam krisis ekonomi dan para anggota parlemen belum memilih presiden selama lebih dari satu tahun, sementara hanya ada seorang perdana menteri yang menjadi caretaker. Pemerintah hanya memiliki sedikit kendali atas Hizbullah, yang merupakan partai politik dan juga kelompok militan.
Gejolak pada Rabu bertepatan dengan ancaman militer Israel untuk memulai serangan ke Rafah, kota Gaza selatan di mana lebih dari satu juta orang Palestina berlindung dari pertempuran di tempat lain di daerah kantong tersebut. Meskipun mendapat kecaman keras dari Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan beberapa pihak lainnya, Netanyahu mengatakan bahwa Hamas memiliki pejuang-pejuang di Rafah dan perang hanya dapat berakhir jika kelompok tersebut dihancurkan.
Daniel Sobelman, seorang pakar Hizbullah di Universitas Ibrani dan Harvard Kennedy School, mengatakan bahwa serangan terbaru di perbatasan utara Israel dengan Lebanon berbeda karena menyasar wilayah yang "sedikit lebih jauh ke selatan."
Namun, hal itu tidak berarti bahwa serangan tersebut melampaui apa yang disebut oleh kedua belah pihak sebagai aturan main, katanya. "Kedua belah pihak selama empat bulan terakhir tetap berada di bawah ambang batas eskalasi tertentu."
Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, mengatakan dalam pidatonya pada Selasa bahwa organisasinya akan terus menyerang Israel sampai Israel menyetujui gencatan senjata dengan Hamas.
"Front di Lebanon selatan adalah titik tekanan untuk melemahkan musuh Zionis, ekonomi dan keamanannya," kata Nasrallah.
Para mediator dari Amerika Serikat, Mesir, dan Qatar sedang bekerja untuk mengamankan gencatan senjata Israel-Hamas dan kembalinya sekitar 100 sandera yang masih ditahan oleh kelompok militan Palestina di Gaza. Namun, Netanyahu telah mengecilkan kemungkinan tercapainya kesepakatan.
Perdana Menteri Israel ini menolak untuk mengirim para negosiator ke Kairo untuk melakukan pembicaraan lanjutan pada Kamis, dengan mengatakan bahwa ia tidak akan menyerah pada "tuntutan-tuntutan delusional" dari Hamas. Salah satu syarat dari kelompok tersebut adalah pasukan Israel harus menarik diri dari Gaza dalam waktu sekitar 90 hari setelah gencatan senjata.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas, yang memerintah Palestina di Tepi Barat, telah mendesak Hamas untuk segera menerima kesepakatan untuk mencegah serangan ke Rafah.
(bbn)