"Jika setiap individu ini memasang PLTS atap, total kapasitas yang dapat dihasilkan di Jakarta akan mencapai 311,3 MWp," ujar dia. Oleh sebab itu, AEER meminta pemerintah untuk merevisi kembali kebijakan penghapusan ekspor listrik dari PLTS atap.
Pemerintah sebelumnya resmi menyetujui revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 26/2021 tetang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap yang Terhubung Pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum.
Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan beleid itu kini juga telah disahkan Menteri ESDM Arifin Tasrif dan tinggal menunggu diundangkan.
"Sekarang kita tunggu untuk diundangkan saja. Sudah di-approve Presiden, sudah ditandatangani Pak Menteri," ujar Feby saat ditemui di Jakarta, Senin (5/2/2023).
Feby mengatakan salah satu revisi beleid itu yakni kini masyarakat yang memasang PLTS Atap, yang sumber listriknya berlebih, tidak perlu lagi mengekspor listriknya ke PLN sebagai pengurang tagihan listriknya.
"Artinya, kalau konsumen itu ada mengirim [listrik] ke PLN, ke grid tidak akan dikompensasi sebagai penurunan biaya rekening," ujar Feby.
Selain itu, masyarakat yang ingin memasang PLTS atap itu juga bakal ditetapkan formula batas atasnya berdasarkan kuota yang ditetapkan oleh PLN berdasarkan persetujuan otoritas energi, yakni Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM.
Hal lain yang bakal diatur juga yakni ada juga insentif yang mengamanatkan bawah jika pengguna PLTS atap mengalami kendala, seperti tidak ada sumber matahari, maka bisa menggunakan listrik PLN.
(ibn/wdh)