Menyitir laman resminya, LME sendiri dikenal sebagai pasar acuan terbesar dan terkemuka untuk pusat perdagangan logam industri dunia yang berpusat di London, Inggris.
Didirikan sekitar 1,5 abad lalu, LME menyediakan platform perdagangan untuk berbagai macam logam, termasuk logam dasar seperti tembaga, timah, seng, nikel, aluminium, aluminium alloy hingga kobalt, serta logam mulia.
LME dinilai memiliki pengaruh penting pada nilai tukar dan inventarisasi produksi serta penjualan logam nonferrous dunia. Penentuan harga di LME dibentuk berdasarkan permintaan dan penawaran para pelaku usaha global yang ditentukan sesuai mekanisme pasar.
Dalam kapasitasnya sebagai bursa, LME bertugas menjembatani produsen, konsumen, dan investor di seluruh dunia yang membeli atau menjual kontrak berbasis logam. Kontrak tersebut mencakup rentang waktu tertentu; harian, mingguan, hingga bulanan.
Selain itu, LME menyediakan platform untuk penetapan harga harian yang diperbarui secara real time, telah menjadi referensi harga bagi industri yang membantu penentuan biaya input dan output.
Dalam sistem ini, pembeli dan penjual diberi kesempatan untuk menegosiasikan harga dalam rentang waktu tersebut. Bursa ini juga terus memonitor transaksi yang terjadi dalam sistem lelang untuk menetapkan harga resmi setiap harinya.
Dalam proses kerja dan transparansinya, LME sendiri diawasi oleh Financial Conduct Authority (FCA) berdasarkan European Benchmark Regulation (Peraturan EU Nomor 1011 Tahun 2016). Pengawasan tersebut mencakup aspek-aspek seperti transparansi, integritas pasar, dan perlindungan investor.
Apakah ada kerentanan?
Kasus yang menyeret LME beberapa waktu lalu telah membuka satu kekurangan bursa logam dunia ini, yang mengungkap kelemahan dalam pengawasan gudangnya.
Dilaporakan Bloomberg, risiko penipuan dalam perdagangan logam tersebut sudah ada sejak sejarah perdagangan komoditas dan ada beberapa kemungkinan terjadinya kesalahan. Pasalnya, sektor ini juga bergantung pada pelbagai catatan dokumen untuk mendukung pengiriman dan penyimpanan kontrak kargo logam, yang dinilai dapat menjadi 'sasaran empuk' manipulasi.
Berdagang komoditas biasanya merupakan bisnis dengan volume tinggi dan margin rendah, dan pedagang mengambil pinjaman yang didukung oleh produk yang mereka perdagangkan untuk mendanai pembelian dan mengoptimalkan arus kas.
Dalam logam, jaminan tersebut acapkali didukung oleh catatan kertas — resi gudang dan dokumen pengiriman yang mencatat rincian seperti kuantitas, kualitas, kepemilikan, dan lokasi barang yang rentan dipalsukan, atau sering disebut dengan istilah 'over-pledging'.
Dalam kasus lain, para pedagang yang sedang khawatir mungkin menjual barang yang diklaim oleh pemberi pinjaman, tanpa membayar kembali pinjamannya.
Kadang-kadang, logam itu juga kerap dicuri begitu saja dari gudang oleh kelompok kriminal dalam perampokan yang canggih. Akan tetapi, ancaman penipuan yang dilakukan oleh 'orang dalam' industrilah yang cenderung memicu kekhawatiran terbesar.
Kasus apa saja yang sudah terjadi?
Pada Agustus tahun lalu, salah satu produsen tembaga Aurubis AG mengatakan beberapa pemasok daur ulangnya telah memanipulasi perincian bahan mentah yang mereka kirimkan, dan bekerja dengan karyawan di departemen pengambilan sampel perusahaan untuk menutupinya. Akibatnya, perusahaan tidak lagi diharapkan dapat memenuhi perkiraan laba sepanjang tahun itu.
Lalu dalam 4 bulan ke sebelumnya atau Maret, LME diberitahu tentang adanya kantong-kantong batu, bukan nikel, yang menjadi dasar sejumlah kontrak di sebuah gudang di Rotterdam. Nikel tersebut dimiliki oleh JPMorgan Chase & Co.
Hal itu terungkap ketika para pedagang menemukan masalah pada material yang mereka tarik dari bursa. Meskipun volumenya kecil, insiden ini memicu kekhawatiran karena jaringan pergudangan LME telah lama dipandang sebagai tempat yang aman dari penipuan dan pencurian yang menjamur di industri yang lebih luas.
Kemudian, pada sebulan sebelumnya atau Februari, edagang Trafigura Group, sebuah perusahaan perdagangan komoditas multinasional yang berkantor di Singapura, menghadapi kerugian lebih dari setengah miliar dolar setelah menyadari bahwa kargo yang dibelinya tidak mengandung nikel yang seharusnya.
Nikel adalah logam yang populer di kalangan penipu karena nilainya yang tinggi, dengan satu kontainer berpotensi bernilai US$500.000.
Trafigura selama ini membeli logam yang sudah ada dalam kontainer di kapal, lalu menjualnya ketika kapal sudah sampai di tujuan. Ketika penyelidik memeriksa isi sebuah wadah di Rotterdam pada bulan Desember, mereka menemukan bahwa wadah tersebut penuh dengan bahan-bahan yang bernilai jauh lebih rendah.
Kemudian, pada bulan yang sama, dua eksekutif bisnis perdagangan baja Inggris dinyatakan bersalah melakukan penipuan dalam skema pembiayaan perdagangan senilai US$500 juta.
Lalu, pada Agustus 2022, sekelompok pedagang China menemukan bahwa pedagang tembaga lokal tidak memiliki bijih senilai hampir $500 juta yang dimaksudkan sebagai jaminan mereka.
Pemberi pinjaman mengetahui bahwa Huludao Risun Trading Co, perusahaan perdagangan asal Negeri Panda itu sedang berada dalam tekanan keuangan, dan ketika mereka memeriksa jaminan mereka, mereka hanya menemukan sepertiga dari jumlah yang dijanjikan. Sisanya telah dikirim, sehingga melanggar klaim pemberi pinjaman atas material tersebut.
Pada Juni 2022, beberapa pedagang China mengeklaim bahwa mereka ditipu untuk memberikan kredit hingga 500 juta yuan (US$74 juta) terhadap aluminium dalam jumlah fiktif. Trafigura dan raksasa komoditas Glencore Plc termasuk di antara mereka yang segera mengaudit eksposur mereka, dan setidaknya satu kreditor menggugat manajer gudang untuk meminta kompensasi.
Pada 2020, Mercuria Energy Group Ltd. membeli tembaga dari pemasok Turki tetapi malah menemukan wadah berisi batu yang dicat. Dua kasus terbesar lainnya terjadi pada 2017, ketika bank dan broker ditipu atas muatan nikel yang disimpan di Singapura, dan pada tahun 2014, ketika penipuan bernilai miliaran dolar terungkap di pelabuhan Qingdao, China.
Bagaimana dampaknya?
Kemungkinan terburuknya, mungkin dapat terjadi krisis kepercayaan pada rantai pasok komoditas utama yang digunakan banayk industri dan pembangunan itu.
Lalu, Bank dan pedagang besar tidak akan memberikan pinjaman kepada 'pemain kecil' jika mereka tidak yakin bahwa pinjaman tersebut dijamin dengan dokumen pengiriman dan penyimpanan yang sah. Kemudian, dalam lebih banyak kasus, kehilangan logam dapat memicu krisis likuiditas yang lebih parah sehingga menghambat perdagangan logam atau menyebabkan tekanan serius bagi pedagang besar.
Apa solusinya?
Salah satu jawabannya adalah dengan beralihnya industri ke digital, yang akan mengurangi risiko, memangkas biaya, dan menghemat waktu. Namun masih belum ada standar yang diterima secara universal yang dapat menggantikan pendekatan berbasis 'kertas' yang ada saat ini.
Saat ini, LME sendiri telah memperkenalkan sistem digital untuk melacak logam di jaringan pergudangannya, yang diluncurkan sejak 2021 dengan nama LME Passport, yang ditujukan untuk membantu memperkuatnya dari risiko penipuan dokumen.
Situs itu memberikan komunitas pedagang logam dapat mengakses terhadap kredensial dan data keberlanjutan yang sebanding, terverifikasi, dan luas mengenai produsen global. Ini juga menjadi komitmen merek LME terhadap berbagai metrik ESG, termasuk emisi gas rumah kaca, keanekaragaman hayati dan pengendalian korupsi.
Namun, bursa ini masih tetap bergantung pada perusahaan pergudangan swasta untuk menimbang dan memeriksa kargo saat memasuki sistem. Insiden nikel mungkin mendorong LME untuk meningkatkan pemantauan untuk memastikan peraturannya dipatuhi.
(ibn/wdh)