Bloomberg Technoz, Jakarta - Harga batu bara di pasar dunia gagal mempertahankan serial kenaikan tiga hari terakhir pekan lalu.
Harga komoditi penting yang menjadi andalan ekspor Indonesia itu berakhir melemah, turun 1,67% dan kini bertengger di US$ 123,5 per ton pada penutupan perdagangan di New Castle Coal Terminal, Senin (12/2/2024).
Pergerakan pasar global secara keseluruhan memang cenderung waspada saat ini jelang rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang sangat pivotal menentukan arah bunga di negeri berukuran ekonomi terbesar itu.
Kewaspadaan itu mempengaruhi pula pasar komoditas, termasuk batu bara. Di sisi lain, pergerakan harga batu bara juga dibayangi oleh kabar kemajuan pemulihan ekonomi China, negara dengan ukuran ekonomi terbesar kedua di dunia.
China dijadwalkan akan melaporkan penjualan properti di mana menurut kajian Bloomberg Intelligence, penjualan properti di negeri itu pada Januari lalu akan terperosok ke level terendah dalam delapan tahun terakhir.
"Penjualan properti dari 100 pengembang terbesar China kemungkinan akan bergerak ke level terlemah dalam delapan tahun terakhir, seiring dengan prediksi penurunan pertumbuhan double digit tahun ini," kata Kristy Hung, Bloomberg Intelligence Senior Industry Analyst dalam laporan yang dikutip, Selasa (12/2/2024).
China sejauh ini adalah konsumen batu bara terbesar di dunia dengan nilai konsumsi hingga 4,74 miliar ton pada 2023 lalu. Angka itu setara dengnan 55,5% total konsumsi batu bara global.
Perekonomian China yang lesu memukul permintaan pasar batu bara. Dengan prospek pemulihan yang terlihat masih jauh ditambah krisis properti yang berlarut-larut, sulit bagi batu bara mendapatkan daya ungkit. Ini menjadi tekanan bagi harga batu bara.

(rui)