Studi International Rice Research Institute (IRRI) pada 2016 mengugkapkan ongkos produksi beras di Indonesia 2,5 kali lebih mahal dari Vietnam dan dua kali lebih mahal dari Thailand. Studi ini juga menunjukkan rata-rata biaya produksi beras di Indonesia adalah Rp 4.079/kg.
“[Ongkos produksi beras] di Vietnam sebesar Rp 1.679/kg, Thailand Rp 2.291/kg dan India Rp2.306/kg,” tutur Faisol.
Ongkos produksi beras di Indonesia juga lebih mahal 1,5 kali dibandingkan dengan ongkos produksi di Filipina yang hanya Rp 3.224/kg dan China Rp3.661/kg.
Dengan demikian, kebijakan fleksibilitas harga gabah dan beras yang berlaku sejak 11 Maret 2023 itu dinilainya belum tentu efektif dalam menstabilkan harga beras. Terlebih, harga gabah kering panen (GKP) yang ditawarkan oleh pemerintah masih belum cukup kompetitif.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga rerata gabah kering panen (GKP) pada Februari 2023 adalah Rp 5.711/kg. Sementara itu, dengan skema fleksibilitas harga, gabah dihargai sebesar Rp 5.000/kg di tingkat petani.
Kendati dimaksudkan untuk memberikan jaminan harga, lanjutnya, kebijakan ini justru tidak menarik bagi petani. Apalagi, intensi pemerintah untuk mengontrol harga selama ini tidak menyelesaikan masalah utama.
“Langkah yang perlu dipastikan saat ini bukan fokus pada penyerapan. Namun, bagaimana membantu petani meningkatkan produktivitas di tengah kombinasi berbagai faktor yang memengaruhi proses produksi, sehingga dapat dipastikan produksi domestik dapat meningkat dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar,” papar Faisol.
Pasar Gelap
Menurut Faisol, kebijakan ini justru memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Di sisi lain pemerintah justru menyebut panjangnya rantai distribusi adalah penyebab tingginya harga beras di Indonesia.
“Kalau begitu pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dahulu sebelum menerapkan fleksibilitas,” tegasnya.
Untuk di sisi hilir, pemerintah sudah seharusnya lebih responsif terhadap kemungkinan impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras tanah air dan juga untuk menahan tingginya harga di pasar yang diekspektasikan akan konsisten tinggi hingga Idulfitri.
Saat ini, pemerintah tidak bisa memenuhi jumlah seluruh permintaan beras dengan harga yang terjangkau.
Pada akhirnya, kata Faisol, petani akan dihadapkan pada pilihan yang terbatas. Nilai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang lebih rendah daripada harga di pasar jelas akan merugikan petani. HPP sudah tidak realistis.
“Petani jelas akan menjual diatas HPP apalagi sekarang banyak masalah terkait dengan produktivitas lahan seperti kekeringan dan cuaca yang tidak diprediksi,” ujarnya.
Sebelumnya, Bapanas berjanjia segera menerbitkan regulasi harga acuan pembelian gabah dan beras terbaru, guna memberikan ruang yang lebih leluasa bagi Perum Bulog (Persero) dalam menyerap produksi dalam negeri.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan harga acuan baru tersebut dirumuskan berdasarkan usulan dari perwakilan asosiasi atau organisasi petani serta kementerian atau lembaga terkait.
"Semoga hasilnya dapat segera direalisasikan. Bulog kami berikan fleksibilitas harga dan bisa serap beras komersial dari petani," katanya kepada Bloomberg Technoz, Jumat (10/3/2023).
Arief belum bisa mendetailkan lebih lanjut mengenai besaran harga acuan pembelian gabah dan beras terbaru. Namun, dia memastikan harga acuan tersebut telah disesuaikan agar gabah atau beras dari petani diserap dengan harga yang sesuai atau tidak terlampau rendah.
"Korporasi kita minta bantuannya untuk serap gabah petani dengan harga yang baik dan wajar," ujarnya.
Bapanas pada selasa (7/3/2023) juga telah mencabut Surat Edaran Kepala Bapanas Nomor: 47/TS.03.03/K/02/2023 tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras yang baru berlaku selama sepekan sejak ditetapkan pada 28 Februari 2023.
Berdasarkan surat edaran tersebut, harga batas atas gabah kering panen (GKP) di tingkat petani dipatok senilai Rp4.550 per kg. Sementara itu, untuk harga batas bawahnya ditetapkan Rp4.550 per kg atau selisih 8,33%.
Untuk GKP di tingkat penggilingan, harga batas atasnya ditetapkan sebesar Rp4.250 per kg. Adapun, untuk harga batas bawahnya berselisih 9,41% atau Rp4.250 per kg.
Harga batas atas gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan ditetapkan sebesar Rp5.700 per kg. Sementara itu, harga batas bawahnya ditetapkan sebesar Rp5.250 per kg atau berselisih 8,57%.
(rez/wdh)