"Kami menduga desain kecurangan yang sudah disusun bersama-sama ini, akhirnya jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," sambungnya.
Film dokumenter yang melibatkan ahli hukum tata negara ini, juga menegaskan bahwa skema kecurangan Pemilu tidak hanya melibatkan politisi, tetapi juga melibatkan berbagai institusi dan aparat negara, mulai dari eksekutif hingga lembaga pengawas seperti KPU dan KPK.
"Kami meminta agar masyarakat menghukum Penguasa atas perilaku mereka di tanggal 14 Februari 2024 dan kita harus menyelamatkan Demokrasi dan Indonesia dari tangan tangan Politisi kotor, jahat dan culas," tegas Iwan.
Sebelumnya, Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis mengingatkan agar tim dari masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak serta merta melaporkan film Dirty Vote ke pihak kepolisian.
Segala bentuk kritik dalam film, kata Todung bisa kembali dibantah, tetapi bukan dalam bentuk laporan kepada pihak kepolisian karena dinilai bisa merusak demokrasi di Indonesia.
"Jangan baper (bawa perasaan) dan jangan sedikit-sedikit melapor ke kepolisian. Ini kan tidak sehat buat kita sebagai bangsa. Mari kita dewasa karena kita sudah cukup lama berdemokrasi dan jangan kita membuat setback dalam demokrasi kita," kata Todung dalam konferensi pers yang disiarkan secara virtual, Minggu (11/2/2024).
"Menurut saya, kriminalisasi seperti ini akan membunuh kreativitas, kriminalisasi seperti ini akan membunuh demokrasi itu sendiri. Kita ini bisa kuat karena kita punya demokrasi. Ini yang jadi taruhan buat kita sebagai bangsa dan negara," tuturnya.
Todung juga menganggap bahwa apa yang disampaikan dalam film ini menggambarkan realita soal pelanggaran pemilu yang telah terjadi dan yang potensial akan terjadi pada 14 Februari mendatang.
Todung mencontohkan, adanya intimidasi yang didapatkan kepala desa hingga politisasi bantuan sosial beras untuk kepentingan Pemilu 2024.
"Kalau kita concern dengan bagaimana nanti penyebaran 20% suara, ada kaitannya juga dengan kebijakan membuat Papua menjadi enam provinsi. Banyak hal-hal yang positif yang kita bisa liat dalam film. Walaupun Anda tentu boleh tidak setuju dengan film ini, (tetapi) saya pikir film ini adalah film pendidikan politik yang bagus."
(prc/ain)