Roy menjelaskan, saat ini peritel mulai kesulitan mendapatkan supply beras tipe premium lokal dengan kemasan 5 kg. Keterbatasan stok tersebut, kata Roy, dikarenakan oleh belum mulainya masa panen yang diperkirakan terjadi pada pertengahan Maret mendatang.
Selain itu, menurutnya kelangkaan itu terjadi akibat belum masuknya beras tipe medium (SPHP) yang diimpor Pemerintah.
“Situasi dan kondisi yang tidak seimbang antara supply dan demand inilah yang mengakibatkan kenaikan HET beras pada pasar ritel modern (toko swalayan) dan pasar rakyat (pasar tradisional),” papar Roy.
Lebih lanjut, Roy mengatakan saat ini para pengusaha Ritel terpaksa untuk membeli beras diatas HET dari para pemasok beras lokal. Dan hal itulah, yang menurut Roy menjadi alasan terjadi kenaikan harga beras di level retail. Karena menurutnya, tidak mungkin pengusaha menjual beras dengan harga yang sudah tinggi dan dijual.
Asosiasi juga memberikan saran kepada pemerintah, serta Satgas Pangan dan PPNS agar tidak hanya memprioritaskan komunikasi yang insentif dari Kementerian/Lembaga kepada para pelaku usaha dari sektor hulu hingga hilir saja.
Tak hanya itu, Aprindo juga menyarankan agar pemerintah jangan hanya menghadirkan kebijakan-kebijakan yang memang dapat dirasakan langsung oleh pelaku usaha. Yakni, yang memang sesuai dengan urgensi dan dapat menyelesaikan permasalahan harga komoditas bahan pokok.
“Kami memerlukan sikap arif dan bijak serta jaminan dari Pemerintah serta Pihak Berwenang (Satgas Pangan & PPNS) untuk merelaksasi pula ‘aturan main’ HET yang ditetapkan dan berjalan selama ini sehingga peritel dapat terus membeli, menyediakan dan menjual kebutuhan pokok & penting bagi masyarakat, guna menghindari kekosongan dan kelangkaan (scarcity) bahan pokok pada gerai ritel modern,” pungkas Roy.
(azr/spt)