Dalam kaitan itu, Luhut juga membantah bila Indonesia menjadi biang kerok anjloknya harga nikel tersebut. "Kita nggak pernah jorjoran [produksi nikel]. Enggak pernah," ujar Luhut.
Adapun, anjloknya harga nikel itu pun turut mengakibatkan raksasa pertambangan global kompak menutup operasi tambang nikel di sejumlah negara.
BHP Group — perusahaan pertambangan terbesar di dunia — mempertimbangkan masa depan tambang Nickel West andalannya di Australia, setelah sebelumnya sempat bernapsu mengakuisisi tambang itu sejalan dengan tren permintaan nikel untuk baterai kendaraan listrik.
Selain BHP, Panoramic Resources Ltd pun menangguhkan sebuah tambang utama setelah memasuki administrasi sukarela pada akhir tahun lalu, ketika perusahaan tersebut gagal menemukan pembeli atau mitra.
Kemudian, aset pertambangan IGO Ltd juga akan ditutup. Begitu pula beberapa aset yang dioperasikan oleh Wyloo Metals Pty Ltd milik taipan Andrew Forrest dan First Quantum Minerals Ltd.
Para produsen tersebut belakangan juga telah meminta bantuan pejabat. Pada pertemuan krisis akhir bulan lalu, mereka meminta pemerintah federal untuk memberikan kredit pajak untuk pemrosesan hilir.
(ibn/del)