Bloomberg Technoz, Jakarta - Posisi Indonesia sebagai salah satu favorit para investor surat utang global mungkin terancam dengan semakin dekat jadwal Pemilu dan Pilpres yang akan dilangsungkan kurang dari sepekan ke depan. Pengelola modal global memilih untuk menahan diri menunggu sampai terlihat kejelasan arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru hasil Pilpres nanti.
Sejak awal tahun sampai data transaksi 7 Februari lalu, modal asing hanya membukukan posisi beli bersih di SBN senilai Rp250 miliar, setelah pada 25 Januari masih mencatat posisi beli bersih senilai Rp7,11 triliun.
Semakin dekat jadwal pemungutan suara pada 14 Februari nanti, para investor pemegang surat utang RI melihat ada risiko pelonggaran disiplin fiskal yang mendasari kenaikan surat utang hingga 10% tahun lalu. Beberapa pengelola dana global, seperti T. Rowe Price yang berpusat di Maryland, Amerika Serikat dan Pictet Asset Management, telah mengurangi kepemilikannya atas surat utang berdenominasi rupiah, seperti diwartakan oleh Bloomberg News, Kamis (8/2/2024).

Ada banyak hal yang dipertaruhkan bagi siapa pun yang memenangkan pemilu karena masuknya dana asing membantu mengecilkan defisit anggaran ke level terendah dalam 12 tahun dan sangat penting bagi ambisi Indonesia menjadi pusat manufaktur baterai global. Masuknya dana asing secara terus-menerus juga akan membantu Indonesia mengalahkan lagi India yang memiliki surat utang dengan imbal hasil tinggi dan kini menjadi favorit di daftar portfolio investor.
“Kami mengharapkan postur fiskal yang lebih ekspansif,” kata Leonard Kwan, Portfolio Manager di T. Rowe di Hong Kong, dikutip dari Bloomberg News. “Indonesia telah menunjukkan kinerja yang sangat baik dalam hal manajemen yang bertanggung jawab dan pragmatis. Namun mungkin mereka belum sepenuhnya menyadari potensi pertumbuhan bagi Indonesia. Pemerintahan baru mungkin akan mencoba lebih banyak lagi ke arah itu.”
Pada 2023 lalu, pemodal asing membeli sedikitnya US$5 miliar surat utang RI, terbesar sejak 2019 berdasarkan data yang dilansir oleh Kementerian Keuangan. Arus masuk modal asing itu terutama dipicu oleh apresiasi terhadap perbaikan di beberapa indikator perekonomian beberapa tahun terakhir. Mulai dari penurunan defisit fiskal kembali ke bawah 3% pada akhir 2022, setahun lebih awal ketimbang target pemerintah. Juga, capaian surplus neraca dagang yang sudah berlangsung sejak Mei 2020.
Progam pengampunan pajak yang dilancarkan oleh pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo juga berhasil menarik ratusan miliar dolar aset yang sebelumnya tersembunyi. Ini memberi penguatan pada nilai tukar rupiah.
Akan tetapi, dengan kini Indonesia akan memilih pemerintahan baru yang mengakhiri era 10 tahun pemerintahan Jokowi, muncul ketidakpastian apakah tren dan arah kebijakan bisa mendukung hal yang sama.
“Di bawah kepemimpinan Jokowi, terdapat kemajuan dalam membuka perekonomian bagi investor asing dan meningkatkan regulasi, dan tidak jelas apakah pemerintahan berikutnya akan melanjutkan tren ini,” kata Jon Harrison, Managing Director Emerging-Market Macro Strategy GlobalData TS Lombard in London. “Meskipun terdapat investasi yang relatif aman dalam transisi hijau, kami cenderung mengurangi paparan menjelang pemilu.”
Tiga paslon yang berkontestasi dalam pemilihan presiden 14 Februari telah membeberkan visi misi serta arah kebijakan ekonomi mereka. Ini menjadi sorotan utama para investor.
Prabowo Subianto, yang sejauh ini diunggulkan dalam berbagai survei sebagai kandidat dengan peluang terbesar untuk menang, pernah menyebut Indonesia bisa meningkatkan utang hingga 50% dari produk domestik bruto (PDB), jauh melampaui level tahun lalu di 38%.
Prabowo mengusung program unggulan yaitu memberi makan siang gratis pada 83 juta orang yang diperhitungkan bakal memakan biaya Rp300 triliun-Rp400 triliun per tahun, hampir sebesar defisit APBN 2023.
Bank of America memperkirakan semakin banyak program bantuan sosial dan kebijakan proteksionis akan membuat defisit APBN semakin lebar ke kisaran 2,5%-3% PDB, dari sebesar 1,65% defisit tahun lalu.

Jika tidak ada kandidat yang memenangkan setidaknya 50% suara, putaran kedua akan dilakukan pada bulan Juni. Hal itu kemungkinan akan mengarahkan program yang lebih populis dan kebijakan fiskal lebih longgar.
Sebagian investor global menganggap kekhawatiran tersebut berlebihan. Perusahaan-perusahaan tersebut termasuk M&G Investments yang meningkatkan eksposurnya terhadap ekuitas Indonesia, dan mendukung sektor konsumen, keuangan, dan komoditas.
“Pemerintahan yang akan datang kemungkinan akan melanjutkan, atau bahkan meningkatkan tren ekonomi yang terjadi selama dekade terakhir,” kata Vikas Pershad, Manajer Portofolio Ekuitas Asia di M&G di Singapura. “Oleh karena itu, kami tidak mengantisipasi perubahan signifikan dalam lanskap makroekonomi yang akan mempengaruhi investasi di Indonesia.”
Laporan Bank Indonesia, sejak awal tahun, pemodal asing memang mencatat posisi beli bersih terbesar di saham. Sampai data transaksi 7 Februari lalu, asing membukukan posisi beli bersih sebesar Rp11,64 triliun. Sementara hal berbeda terjadi di pasar surat utang.
Pemodal asing melepas sedikitnya Rp3 triliun pada pekan pendek ini. Yield atau imbal hasil Surat Utang Negara 10 tahun sudah naik 12 basis poin sejak awal tahun dan sempat menyentuh 6,6%. Pada perdagangan terakhir kemarin, yield SUN-10 tahun bertengger di posisi 6,58%. Sementara tenor pendek 2 tahun yield ada di 6,08%.
Saat ini kepemilikan asing di SBN adalah Rp842,3 triliun per 6 Februari, berdasarkan data yang ditunjukkan oleh Kementerian Keuangan. Beberapa gelar lelang rutin baik SUN maupun sukuk (SBSN) sejak awal tahun juga masih mencatat minat yang stabil dari pasar.
"Untuk obligasi rupiah, Anda mungkin menginginkan semacam asuransi dalam jangka pendek karena risiko pemilu. Karena menurut saya jaminan tersebut tidak memberi Anda banyak bantalan dalam hal premi risiko,” kata Sabrina Jacobs, klien senior portofolio manajer pendapatan tetap pasar berkembang di Pictet.
Sebelumnya, ekonom Citi Indonesia Helmi Arman memberikan rekomendasi beli untuk surat utang RI seiring dengan prospek penurunan BI rate sebesar 100 basis poin tahun ini yang diprediksi akan mulai dilakukan Juni nanti.
Isu undur diri Menteri Keuangan memang menjadi kewaspadaan para investor saat ini karena mengamplifikasi pertanyaan akan keberlanjutan kebijakan fiskal Indonesia ke depan. Perubahan terhadap rezim fiskal yang ada bisa mempengaruhi penilaian atas prospek suplai surat utang pada 2025 dan di masa selanjutnya.
Meski demikian, menurut ekonom Citi, menjadi terlalu dini menilai akan ada perubahan dalam kebijakan fiskal Indonesia. "Arah kebijakan fiskal Indonesia akan lebih jelas terlihat setelah pemerintahan baru terbentuk pada Oktober nanti," kata Helmi dalam catatannya.
Dalam pernyataan di acara Bloomberg Technoz Economic Outlook yang dilangsungkan kemarin, Rabu (7/2/2024), Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia Destry Damayanti memberi sinyal potensi penurunan BI rate berpeluang dilakukan tanpa menunggu penurunan bunga Federal Reserve.
“Kita [Bank Indonesia] prinsipnya data dependen, kalau everything domestic sudah oke saatnya kita turunkan bunga, kita turunkan, walaupun The Fed belum menurunkan suku bunga,” kata Destry.
(rui)