Logo Bloomberg Technoz

“Meskipun pelanggaran berat, itu anomali, karena Ketua KPU itu sudah melakukan 2 pelanggaran berat tapi yang ketiga kalinya tidak diberhentikan, jadi anomali. Mestinya merujuk pada putusan DKPP sebelumnya Arief Budiman ketika sudah melakukan pelanggaran berat, ketika keduanya, diberhentikan sebagai Ketua KPU,”

Pilpres Rasa Petahana

Kontestasi politik pada tahun ini, kata Romli, terjadi antara kubu petahana Presiden Joko Widodo yang direpresentasikan melalui pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka melawan kompetitor.

Dalam kaitan itu, kompetitor direpresentasikan melalui pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. 

Prabowo Gibran Debat Capres ke-5 (Andrean/Bloomberg Technoz)

Presiden Jokowi, kata Romli, melakukan pelanggaran etik karena melakukan cawe-cawe khususnya melalui politisasi bantuan sosial (bansos). 

“Pak Jokowi terjun langsung ke berbagai daerah membagikan bansos tersebut sementara Menteri Sosial (Tri Rismaharini) tidak dilibatkan,” ujarnya. 

Cawe-cawe yang dilakukan Jokowi telah menimbulkan gelombang protes dari akademisi melalui 30 perguruan tinggi di Indonesia.  

Tiga Skenario Kalahkan Prabowo-Gibran di Pemilu 

Romli menilai ada tiga skenario yang bisa mencegah atau menumbangkan pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilu 2024. Dia mengklaim, tanpa tiga keadaan tersebut, Prabowo-Gibran dipastikan menang pada putaran pertama atau pun kedua. 

Kondisi pertama, kata dia, bisa terjadi jika generasi milenial dan generasi Z atau Gen Z tak memberikan hak suara pada hari pencoblosan. Jumlah pemilih dari kategori usia ini tercatat mencapai sekitar 55% pada Pemilu 2024.

Sesuai aturan, pemilihan umum dikategorikan tak sah jika jumlah pemilih yang tak memberikan suara atau golput (golongan putih) mencapai lebih dari 50%. 

"Kita harapannya hanya generasi milenial saat ini tidak datang ke TPS. Tidak memberikan hak suaranya," ujarnya. 

Akan tetapi, Romli pun tak yakin fenomena golput dalam jumlah besar akan terjadi pada Pemilu 2024.

Civitas Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengeluarkan petisi tentang Pemilu 2024. (Tangkapan layar dari akun Youtube UII)

Kondisi kedua, menurut dia, masifnya gerakan moral yang tengah digulirkan sejumlah guru besar atau civitas academica. Gerakan yang dimulai dengan Universitas Gajah Mada melalui petisi Bulaksumur ini bisa menjadi kesadaran dan keprihatinan publik soal demokrasi yang tak fair pada Pemilu 2024.

Gerakan melalui deklarasi sikap dan petisi tersebut bisa menjadi bola salju yang mengelinding dan semakin besar. Kesadaran yang dibangun para guru besar ini bisa menjadi dorongan untuk tak memilih pasangan yang diendorse kuat oleh petahana atau presiden Joko Widodo (Jokowi).

Demikian pula gerakan yang menggaungkan seruan 'asalkan bukan 02' atau 'kampanye 4 jari' yang mengajak pemilik hak suara untuk memilih paslon 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau paslon 03, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Akan tetapi, Romli sendiri menilai dua gerakan tersebut ternyata tak mampu menyentuh kelompok muda. Kampanye guru besar dan media sosial dinilai tak menggugah kesadaran pemilih muda tentang kecurangan politik yang terjadi pada Pemilu 2024.

"Kemudian apa gerakan-gerakan itu berhasil dalam sisa 7 hari ke depan ini? Saya lihat ada counter dan tidak direspons," kata Romli.

Sedangkan kondisi ketiga, ujar dia, adalah perlawanan terbuka antara partai pengusung 01 dan 03 kepada Presiden Jokowi dengan menarik seluruh menterinya dari Kabinet Indonesia Maju. Keputusan dan sikap ini memang cukup ekstrem dan secara terbuka seolah seperti mendeklarasikan perang Bharatayuddha (perang besar dalam kisah Mahabharata).

"Walau pun ketika pak Mahfud mundur [dari Menko Polhukam] juga tidak direspon secara positif oleh publik. Biasa-biasa saja, seperti tidak ada kejadian apa-apa," kata Romli.

Potensi Kekuatan DPR 

Menurut Romli, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tetap akan diisi oleh partai-partai lama. Bila paslon 01 yakni Anies-Muhaimin dan paslon 02 Prabowo-Gibran menang, maka oposisi di DPR semakin meningkat. Ini lantaran PDI Perjuangan dinilai memiliki rekam jejak yang bagus sebagai oposisi. 

“Selain itu, nama-nama besar yang mendirikan Partai Gelora, Partai Ummat, Partai Kebangkitan Nusantara itu ternyata tidak juga memiliki daya tarik di masa, Gelora (diprediksi) tidak akan masuk ke parlemen dengan nama Anis Matta. PKN dengan nama Anas Urbaningrum dan Partai Ummat dengan Amien Rais. 3A itu gagal mengantarkan partainya ke parlemen,” ujarnya. 

Pemilu 2024 Berpotensi Menjadi yang Terakhir 

Peserta memasukkan surat suara ke kotak saat simulasi pemungutan suara pemilu 2024 di Jakarta, Rabu (17/1/2024) (Bloomberg Technoz/Andrean Kristianto)

Jika tidak hati-hati, maka bukan tidak mungkin Pemilu 2024 akan menjadi Pemilu langsung yang terakhir bagi Indonesia. 

"Pemilu 2024 adalah tentang perjalanan demokrasi kita. Apakah demokrasi di Indonesia tetap eksis, atau mati pelan-pelan?" kata Romli

Menurut Romli, ada risiko besar bahwa Pemilu 2024 adalah Pemilu langsung terakhir. Sebab setelah ini, bisa saja sistem Pemilu kembali ke masa Orde Baru di mana rakyat tidak memilih langsung wakilnya di Senayan dan presiden-wakil presiden.

"Akan ada 3 UU yang berlaku. UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), UU KPK yang tidak direvisi, dan UU KUHP yang akan diberlalukan 2026. Ngeri-ngeri, kebebasan dibelenggu. Apa-apa lapor, sedikit-sedikit lapor," tegas Lili.

(dov/ain)

No more pages