Adapun kenaikan tertinggi terjadi pada Februari 2021 mencapai 6,47% yang bertepatan pasca recovery pandemi Covid-19 setahun setelahnya. Selanjutnya kenaikan paling tinggi kedua pada Februari 2022 yang menguat 3,88%.
Kala itu, sentimen positif datang secara internal maupun eksternal. IHSG melaju optimis berkat perbaikan laju ekonomi Indonesia yang tercermin pada data pertumbuhan ekonomi dari Badan Pusat Statistik pada Kuartal IV-2020 yang makin membaik dari kuartal sebelumnya, angka ini menggarisbawahi pemulihan ekonomi dalam negeri yang didukung oleh stimulus pemerintah.
Pasar juga merespon positif dari katalis Bank Indonesia yang kala itu kembali memangkas suku bunga 25 bps ke level 3,5% guna menggairahkan kembali perekonomian. Selain itu, BI juga mengucurkan paket kebijakan bunga 0% yang difokuskan untuk Kredit Kendaraan Bermotor maupun juga Kredit Kepemilikan Rumah.
Adapun sentimen selanjutnya, Bank Indonesia memaparkan Neraca Pembayaran Indonesia sepanjang 2020 berhasil mengalami surplus mencapai US$2,6 miliar. Dengan pencapaian tersebut menandakan keberlanjutan surplus pada tahun sebelumnya sebesar US$4,7 miliar, sehingga ketahanan sektor eksternal tetap terjaga di tengah tekanan pandemi Covid-19.
Sejalan dengan keyakinan investor terhadap pemulihan ekonomi yang terjaga dan meredanya ketidakpastian di pasar keuangan global, terutama pada Semester II-2020 dan juga Semester I-2021.
Dari eksternal, Joe Biden digadang-gadang akan meluncurkan proposal stimulus fiskal Amerika Serikat untuk memulihkan ekonomi akibat pandemi mencapai US$1,9 triliun. Bersamaan dengan paket peningkatan tunjangan pengangguran, kenaikan upah minimum, pendanaan vaksin, dan berbagai stimulus lainnya guna menggenjot perekonomian pada kala itu.
Untuk Februari 2024, ada beberapa sentimen dan katalis yang dapat mempengaruhi gerak IHSG kedepannya.
Rilis data inflasi Indonesia Januari 2024 berada pada level inflasi 0,04% secara bulanan (month-to-month/mtm). Lebih rendah dibandingkan Desember yang sebesar 0,41%. Sesuai ekspektasi, laju inflasi melambat dibandingkan bulan sebelumnya. Sejumlah komoditas menjadi penyumbang inflasi di Januari. Seperti beras, cabai rawit dan merah, bawang putih, dan daging ayam ras.
Sementara dibandingkan dengan Januari 2023 (year-on-year/yoy), terjadi inflasi 2,57%. Juga lebih rendah dari bulan sebelumnya yaitu 2,61%.
Tingkat inflasi tersebut tetap sesuai dengan asumsi makro APBN 2024. Dengan kondisi ini, daya beli masyarakat Indonesia diyakini masih solid yang diperkuat dengan kondisi Indeks Keyakinan Konsumen yang konsisten di atas 120.
Selain inflasi, juga terdapat sentimen dari rilis data aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI).
Tercatat, aktivitas manufaktur Indonesia berhasil melanjutkan tren ekspansi pada Januari 2024, S&P Global melaporkan, PMI Indonesia pada Januari berhasil ada di level 52,9. Menguat dibandingkan bulan sebelumnya 52,2 sekaligus jadi yang tertinggi sejak Agustus.
Hasil survei PMI manufaktur Indonesia pada Januari 2024 membawa sinyal positif. Terjadinya pertumbuhan permintaan, pasokan yang membaik, menyebabkan produksi meningkat ke titik tertinggi dalam 2 tahun. Adapun peningkatan produksi membuat industriawan menambah tenaga kerja.
Peningkatan produksi disebabkan oleh kenaikan permintaan, termasuk ekspor. Seiring peningkatan produksi, dunia usaha pun meningkatkan pembelian bahan baku ke level tertinggi dalam 5 bulan.
Manufaktur menjadi penting untuk jadi perhatian dunia investasi. Sebab, manufaktur adalah kontributor utama pembentukan Produk Domestik Bruto dari sisi lapangan usaha. Ketika sektor ini tumbuh dan berekspansi, maka ekonomi secara keseluruhan akan ikut tumbuh.
Ini adalah bulan ke-29 secara berturut-turut pertumbuhan aktivitas manufaktur dalam tren ekspansif.
Selanjutnya pada Februari ini akan terdapat agenda penting, i.a Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada 13 Februari, Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Umum Indonesia 2024 pada 14–15 Februari, neraca perdagangan termasuk angka ekspor dan impor Indonesia pada 15 Februari, angka penjualan eceran atau ritel yang diumumkan pada 16 Februari, Termasuk akan ada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia terkait suku bunga acuan pada 20–21 Februari.
Adapun jika dibandingkan dengan indeks regional, atau rekan di Asia, IHSG berdiri sendiri dengan rata-rata historis kinerja Februari yang menghijau, sementara indeks Korea Stock Exchange atau KOSPI melemah 1,9%, indeks Nikkei 225 Tokyo Stock Exchange minus 1,49%, Hang Seng Index Hong Kong mencatatkan penurunan 1,31%. Senada, Straits Times Index Singapore juga terdepresiasi 0,58% pada rata-rata perdagangan saham dalam 5 tahun terakhirnya.
Jika mencermati lebih lanjut, pelemahan paling dalam dihadapi oleh indeks Korea Stock Exchange atau KOSPI dengan penurunan mencapai 1,9% pada data rata-rata perdagangan saham Februari dalam 5 tahun.
Adapun sentimen yang mempengaruhi laju indeks utama Korea Selatan tersebut adalah, kekhawatiran mengenai gejolak yang terjadi di Ukraina yang terus meningkat setelah kabar Rusia akan menganeksasi negara tetangganya pada Februari 2022, dengan meningkatkan tentara di perbatasan dari 100.000 menjadi 130.000 orang.
Adapun invasi Rusia ke Ukraina tersebut dinilai memicu konflik berkepanjangan dalam skala yang lebih besar dengan menyebabkan setidaknya 50.000 korban jiwa. Pelaku pasar mencemaskan efek tersebut terhadap pemulihan ekonomi dan pasar keuangan, termasuk indeks KOSPI.
Tekanan juga datang dari eksternal, mulai tersiarnya kabar kurang baik dari Amerika Serikat yang melaporkan kasus pertama Covid-19 varian Omicron saat Desember 2021. Kasus tersebut bermula di negara bagian California oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control/CDC) AS. Efeknya, sejumlah negara, termasuk Korea Selatan mengetatkan aturan perjalanan dari negara lain seiring memacu percepatan vaksinasi.
(fad/aji)