Sementara itu, total cadangan pastinya mencapai 5,02 miliar ton bijih dan 55,06 juta ton logam. Total cadangan menjadikan RI sebagai negara yang memiliki cadangan terbesar di dunia dengan porsi 23% dari total cadangan global.
Potensi tersebut pun menjadi magnet bagi investor yang berdatangan ingin menambang hingga membangun pabrik pemurnian dan pengolahan atau smelter, sejalan dengan dengan program penghiliran industri tambang dari pemerintah.
Sejak saat itu pula, China mendominasi investasi dalam sektor industri nikel dari hulu ke hilir di Tanah Air. Ini terbukti dengan hadirnya berbagai kawasan industri nikel yang mayoritas berlokasi di wilayah Timur RI.
Pemodal di Morowali
Kawasan industri nikel terintegrasi terbesar di Indonesia adalah Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang belokasi di Sulawesi Tengah. IMIP merupakan perusahaan patungan antara Tsingshan Steel Holding asal China dan perusahaan lokal PT Bintang Delapan Mineral.
Penataan IMIP terintegrasi dari hulu dengan pabrik produk derivatif utama yang berbasis nikel, seperti; baja nirkarat hingga baja karbon.
IMIP juga menjadi sebuah kawasan kerja sama ekonomi dan perdagangan luar negeri China. Pemegang saham IMIP didominasi oleh Shanghai Decent Investment Group dengan porsi 49,69%, PT Sulawesi Mining Investment (SMI) sebesar 25%, dan PT Bintang Delapan Investama sebesar 25,31%.
Sejak awal mula proyek industri nikel ini, nilai investasi di kawasan ini telah mencapai US$7,1 miliar. Di sana, terdapat setidaknya 11 smelter nikel dengan kapasitas 40 line.
Menyitir data Auriga Nusantara, terdapat setidaknya 9 perusahaan lain juga yang juga berasal dari China di IMIP, baik yang mengoperasikan pabrik pengolahan atau smelter maupun pembuatan baja nirkarat dan juga bahan baku baterai EV.
Perusahaan itu a.l. PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry (GCNS); Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS); Tsingshan Steel Indonesia (TSI); Indonesia Ruipu Nickel and Chrome Alloy (IRNC); PT Dexin Steel Indonesia (DSI); Hengjaya Nickel Industry (HNI); Ranger Nickel Industry (RNI); Huayue Nickel & Cobalt (HYNC); PT Gunbuster Nickel Industry; dan Qing Mei Bang New Energy Materials Indonesia (QMB).
Investor di Weda Bay
Mirip dengan IMIP, kawasan Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) juga merupakan taman industrial terintegrasi berbasis komoditas nikel. Berlokasi di Maluku Utara, Weda Bay juga didominasi oleh investor China.
Melalui PT Weda Bay Nickel, IWIP dioperasikan oleh Thingshan Group yang memiliki porsi 51,2% saham, Eramet (asal Prancis) 37,8%, dan sisanya di miliki oleh perusahaan pelat merah Indonesia, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) atam Antam dengan porsi 10%.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), kawasan industri ini menelan total investasi mencapai US$10 miliar.
Sejak mula beroperasi pada 2018, setidaknya terdapat 43 total perusahaan dengan izin luas konsesi sekitar 181 ribu hektare (ha) untuk penambangan nikel.
Taipan di Konawe
PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) merupakan perusahaan asal China yang bergerak di bidang smelter nikel yang terletak di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Didirikan pada 2014, perusahaan industri nikel ini merupakan anak usaha Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd, yang berpusat di China, dan juga merupakan perusahaan terkemuka dalam bidang pengolahan nikel.
Perusahaan milik investor asal China itu mulai beroperasi di Morosi 2014 dan memulai membangun smelter sejak 2017 dengan luas lahan 2.253 ha dengan investasi mencapai US$6 miliar.
Menyitir catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), setidaknya ada 116 proyek smelter nikel di Indonesia hingga 2023. Secara terperinci, 47 di antaranya telah beroperasi, 38 dalam perencanaan, dan 31 lainnya sedang dalam tahap konstruksi.
Seluruh smelter itu diperkirakan membutuhkan pasokan bijih nikel hingga 526,5 juta ton per tahun.
(wdh)