"Kadang-kadang Bandara di luar Jawa, daerah terpencil, terutama Indonesia Timur itu pagarnya tidak memadai, jadi terbuka. Itu yang jadi rawan. Tapi sebetulnya, pesawat datang atau terbang itu kan ada jam tertentu. Itu bisa diantisipasi sebetulnya. Jadi kalau misalnya pagar-pagarnya tidak ketat. Minimal bandara itu punya Aviation Security," kata pengamat penerbangan Arista Atmadjati saat berbicara dengan Bloomberg Technoz, Senin siang (13/3/2023).
Dia mengatakan, tentu dua maskapai ini sudah mengikuti prosedur sebagai penerbangan legal di Papua. Namun memang masalah geografi dan kerawanan adalah hal yang harus menjadi perhatian di Papua. Oleh karena itu, meski ukuran bandara relatif kecil, sebaiknya tetap memiliki perangkat bandara yakni Aviation Security (AVSEC). Selain itu perlu ada bantuan aparat keamanan. Secara jumlah, aparat juga harus mempertimbangkan tentang potensi serangan KKB yang biasanya melibatkan sekitar 10 orang.
"Kadang-kadang kalau ada serangan KKB itu suka baku tembak karena memang suka ada petugas TNI-AU yang sering itu kalau bandara yang di BKO-kan di bandara. Nah itu suka ada. Kalau dia enggak punya petugas bersenjata di bandara itu ya berat," katanya lagi.
Arista yang merupakan Dosen Manajemen Transportasi Udara, Universitas International University Liason Indonesia (IULI) mengatakan, kejadian seperti ini memang bukan hal yang baru terjadi. Dalam 20 tahun terakhir setidaknya sudah terjadi 20 kali kejadian serupa.
Selama ini moda transportasi utama di Papua adalah pesawat terbang khususnya di daerah pegununungan. Pesawat digunakan untuk pengangkutan sembako, semen, bahan bangunan lainnya dan keperluan lainnya untuk pembangunan. wilayah kecil di pegunungan seperti Intan Jaya, Yahukimo, Paro mengandalkan distribusi sembako lewat pesawat. Sementara 10% dipasok lewat ponggtis pantai seperti dari pelabuhan laut di Sorong. Artinya 90% kebutuhan logistik untuk pegunungan adalah via transportasi udara.
Dia mengatakan, isu tentang Papua memang kompleks. Selain masalah separatisme, wilayah tersebut rawan intervensi negara asing karena menjadi perhatian dunia; seperti Australia, Inggris dan Amerika Serikat. Namun, kata dia, persoalan di bandara harus cepat diselesaikan karena pentingnya kontribusi penerbangan untuk kebutuhan ekonomi masyarakat setempat.
"Di Papua itu kan nomor 1 faktor keamanan. Faktor itu bisa diminimalisir, minimal di seputar area bandara lakuinlah. Itu kalau pesawat mau datang ya paling enggak AVSEC-nya naik motor jagain titik-titik (rawan), ada petugas naik motor," imbuhnya.
Jual Senjata
Arista yang juga Chairman Aviation School AIAC namun menambahkan adanya persoalan yang masih harus dibereskan di korps aparat keamanan. Termasuk adanya sejumlah kasus aparat justru menjual senjata kepada KKB. Padahal jika tidak ada pasokan senjata kepada KKB maka mereka dinilai akan lebih susah menyerang. Pengamat tersebut juga menyayangkan pilot Susi Air Kapten Phillip Mark Mehrtens yang hingga sekarang masih disandera TPNPB dan belum berhasil dibebaskan aparat.
"Persoalan internal dari aparat sendiri harus ada korektif, action yang serius gitu. Yang korban siapa? ya maskapai, rakyat sipil dan tentaranya sendiri. Sebetulnya aparat tahu itu," tutupnya.
(ezr/frg)