Logo Bloomberg Technoz

Sebelum 2005, kerugian yang diasuransikan tidak pernah lebih dari US$ 50 miliar (Rp 778,7 triliun) setiap tahunnya. Faktor lain yang menyebabkan peningkatan biaya asuransi adalah inflasi dan volatilitas di pasar keuangan.

Badai dan banjir adalah bencana alam yang paling terasa tahun lalu. Selain Badai Ian, banjir di Australia pada Februari dan Maret menyebabkan kerugian sekitar US$ 4 miliar (Rp 62,29 triliun).

Munich Re menyebut kerugian yang tidak ditanggung asuransi jauh lebih tinggi. Biasanya ini terjadi di negara berkembang di Afrika dan Asia.

World Weather Attribution mencatat banjir menelan 800 korban jiwa di Nigeria, Niger, dan Chad pada musim panas lalu. Banjir paling parah pada 2022 terjadi di Pakistan, dengan korban jiwa setidaknya 1.700 orang. Bencana-bencana tersebut menyebabkan kerugian US$ 15 miliar (Rp 233,61 triliun), di mana hampir tidak ada yang diasuransikan.

Dengan kerugian tersebut, pemerintah di berbagai negara dan organisasi internasional mencoba menyusun skema baru untuk menyalurkan dana bagi mereka yang terdampak perubahan iklim. Dalam pertemuan COP27 di Mesir tahun lalu, disepakati bahwa akan ada pendanaan untuk negara-negara berkembang yang datang dari komitmen negara-negara maju.

“Ini bukan amal. Ini adalah investasi untuk masa depan kita bersama,” tegas Sherry Rahman, Menteri Iklim Pakistan, kala itu.

(aji)

TAG

No more pages

Artikel Terkait