Logo Bloomberg Technoz

Ini yang menjadi penyebab utama mengapa konsumsi rumah tangga pada 2023 melambat kendati bansos sudah banyak digelontorkan oleh pemerintah.

Baca juga: 'Akrobat' APBN Rentan Didomplengi Kepentingan Pemilu

Pertumbuhan ekonomi 2023 melambat karena kinerja konsumsi rumah tangga yang lemah (Dok. BPS)

"Perlambatan konsumsi rumah tangga utamanya kalau kami perhatikan dari data yang kami catat bersal dari perlambatan pengeluaran kelas menengah yang tecermin dari indikator-indikator seperti penurunan [pertumbuhan] pajak pertambahan nilai [PPN] barang mewah melambat, lalu jumlah angkutan udara juga melambat. Penjualan mobil penumpang juga tidak sebanyak tahun lalu," kata Pelaksana Tugas Kepala BPS Amalia Adininggar, dalam konferensi pers pengumuman data pertumbuhan ekonomi 2023 di Jakarta, Senin (5/2/2024). 

Penjualan mobil pada 2023 turun 4%. Sementara perjalanan udara penumpang domestik turun 1,51% month-to-month pada November lalu diikuti juga dengan penurunan penumpang udara internasional sebesar 7,51%.

Selain itu, BPS juga mensinyalir perubahan pola alokasi pendapatan terutama di kelas menengah atas di mana ada kecenderungan kelompok ini menahan konsumsi dan mengalihkan pendapatan mereka lebih banyak untuk investasi. "Investasi finansial seperti simpanan berjangka mengalami penguatan. Ada sedikit pergeseran dari pengeluaran konsumtif atau spending ke investasi," kata Amalia.

Baca juga: Kelas Menengah Indonesia: Rentan dan Terabaikan

Namun, klaim BPS terkait pergeseran perilaku kelas menengah ke investment spending itu masih bisa diperdebatkan bila menilik perkembangan pertumbuhan dana simpanan masyarakat di perbankan. Yang terlihat justru ada indikasi fenomena masyarakat 'makan tabungan' untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

Data Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di perbankan pada 2023 hanya tumbuh 3,8%. Sementara berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sampai November 2023 lalu, pertumbuhan simpanan di perbankan hanya naik 3%, terendah setidaknya sejak 2019 lalu.

Anggaran Perlindungan Sosial alias bansos 2020-2024 (Asfahan/Bloomberg Technoz)

Bila melihat tren, terjadi penurunan nilai simpanan untuk rekening dengan saldo di bawah Rp100 juta mencatat penurunan pertumbuhan selama tiga bulan beruntun pada Juli-September meskipun pada November berhasil tumbuh 1,38%. Sebaliknya, simpanan dengan nominal jumbo di atas Rp5 miliar justru tergerus 0,3% pada November lalu.

Baca juga: Likuiditas Ketat, Bank Kerek Bunga Simpanan untuk Tarik Uang

Sedangkan berkaca pada data Survei Konsumen terakhir yang digelar Bank Indonesia untuk Desember 2023, terlihat bahwa yang terjadi di masyarakat saat ini adalah kenaikan pengeluaran untuk membayar utang yang menggerus konsumsi.

"Perlambatan konsumsi rumah tangga pada kuartal IV-2023 disebabkan oleh perubahan perilaku konsumsi, di mana konsumen mengurangi porsi konsumsi langsung mereka menjadi 74,3% dari pendapatan yang dapat dibelanjakan pada Desember 2023, dari tadinya sebesar 76,3% pada September 2023 untuk membayar utang. porsi Pendapatan konsumen yang digunakan untuk membayar utang naik menjadi 10% pada Desember dari tadinya 8,5% pada September," kata Lionel Prayadi, Macro Strategist Mega Capital Sekuritas dalam catatan yang dirilis usai pengumuman data BPS.

Tren tersebut terlihat di hampir semua kelompok pengeluaran, terutama kelompok bawah dan menengah yaitu mereka yang memiliki pengeluaran di bawah Rp5 juta per bulan. Kelompok terbawah dengan pengeluaran Rp1 juta-Rp2 juta, misalnya, alokasi pendapatan untuk membayar utang naik dari 6,8% menjadi 8,2%. Sementara pengeluaran menengah yakni Rp4,1 juta-Rp5 juta naik dari 7,4% menjadi 9,1%. 

Baca juga: Bansos Tidak Cukup, Indonesia Butuh Lapangan Kerja Lebih Banyak

Kenaikan pengeluaran untuk membayar utang berlangsung di tengah tren penyaluran pinjaman online (pinjol) melalui aplikasi fintech peer to peer lending (P2P) yang tumbuh 16,67% mencapai Rp59,64 triliun sepanjang tahun lalu. Sedang pada saat yang sama, penyaluran kredit di perbankan tumbuh 10,38% tahun 2023 terutama ditopang oleh kredit modal kerja yang tumbuh 10,05% dan kredit investasi 12,26%. Sedangkan kredit konsumsi pada akhir tahun lalu justru melambat di mana pada Desember 2023 hanya tumbuh 8,9% year-on-year.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah akan mengevaluasi stimulus bansos tiga bulan ke depan. "Jelang Idul Fitri nanti bulan puasa, kita lihat lagi seberapa jauh daya beli masyarakat, seberapa jauh ketidakpastian fluktuasi harga. Pemerintah akan mengevaluasi kebijakan yang diberikan baik itu terkait BLT maupun bansos yang lain," katanya dalam konferensi pers terkait pertumbuhan ekonomi 2023 hari ini.

Masih akan melambat

Pertumbuhan ekonomi RI pada 2023 hanya 5,05%, melambat dari tahun sebelumnya sebesar 5,31%. Komponen PDB berdasarkan pengeluaran masih mencatat pertumbuhan positif kecuali impor, akan tetapi penyumbang terbesar yaitu konsumsi rumah tangga melambat.

Bila ditelisik lebih dalam lagi, hampir semua komponen konsumsi rumah tangga melambat pertumbuhannya pada kuartal IV-2023. Di antaranya, sektor makanan dan minuman tidak termasuk restoran yang hanya tumbuh 2,6% year-on-year pada kuartal IV-2024, terendah setidaknya sejak kuartal III-2021 lalu ketika pandemi masih ganas.

Kemudian sektor transportasi dan komunikasi juga melambat dengan pertumbuhan hanya 7,2% dari tadinya 7,7% di kuartal sebelumnya. Hanya sektor perumahan dan utilitas yang tidak melambat dengan pertumbuhan 4,9% dari 3,8% di kuartal III-2023.  

Tekanan konsumsi rumah tangga diprediksi masih akan berlanjut pada kuartal 1-2024 bila menilik indikator inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Januari lalu yang tercatat 0,04% month-to-month. "Yaitu 3 standar deviasi di bawah garis tren jangka menengah yang diperkirakan sebesar 0,47% month-to-month," kata Lionel.

Baca juga: Peredaran Uang Makin Seret, Ekonomi RI Kurang 'Pelumas'

Alhasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal 1-2024 diprediksi hanya akan tumbuh 4,9% year-on-year dan sebesar 4,8% untuk capaian sepanjang tahun (full year), menurut prediksi analis.

Perlambatan ekonomi tetap membayangi kendati pemerintah menyiapkan anggaran perlindungan sosial terbesar sepanjang sejarah tahun ini mencapai Rp496,8 triliun.

Perekonomian domestik membutuhkan gebrakan kebijakan pemerintah agar dukungan terhadap daya beli bisa menyentuh kalangan lebih luas dan berkelanjutan seperti misalnya penciptaan lapangan kerja lebih banyak.

Menurut data Kementerian Investasi, sepanjang tahun lalu dari total realisasi investasi langsung sebesar Rp1.418,9 triliun, penyerapan tenaga kerja hanya sebanyak 1,82 juta orang. Penyerapan tenaga kerja yang rendah di kala investasi tumbuh itu salah satunya adalah karena investasi yang masuk kebanyakan di industri padat modal, bukan padat karya, seperti dilansir oleh Menteri Investasi Bahlil Lahdalia, beberapa pekan lalu.

Sementara berdasarkan data Sakernas, sampai Agustus lalu, penduduk Indonesia yang menganggur dan belum memiliki pekerjaan layak (setengah pengangguran) mencapai 25,08 juta orang. Semakin besar dibandingkan satu dekade silam ketika angkanya baru di kisaran 17,72 juta orang pada 2014.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani saat Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK I Tahun 2024. (Youtube Kemenekeu)

Dalam pernyataan sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani masih berpegang pada proyeksi APBN 2024 untuk pertumbuhan ekonomi tahun ini di angka 5,2%. 

Bendahara negara menyatakan, APBN berperan sebagai peredam guncangan (shock absorber) untuk mendukung capaian pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan ekonomi global yang masih besar.

"Kita melihat semua sinkron bahwa higher for longer [bunga tinggi dalam waktu lebih lama di ranah ekonomi global maupun domestik] dampaknya baru akan terasa tahun ini yang mengerem pertumbuhan. Jadi, by design perekonomian akan melemah," ujar Sri Mulyani.

Bank Dunia dalam kajian terbaru yang dirilis beberapa pekan lalu memperkirakan Indonesia hanya akan tumbuh 4,9%, melambat dari 2023 dan masih akan stagnan pada 2025 dengan proyeksi pertumbuhan sama di 4,9%. Sementara Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi Indonesia akan tumbuh 5% tahun ini dan tahun depan.

-- dengan bantuan laporan Azura Yumna Ramadani.

(rui)

No more pages